Senin, 04 November 2013

Gambar tante girang seksi horny nafsu sob

Kali ini admin posting Gambar tante girang seksi horny nafsu sob   selamat menikmati aja 







Toop Banget kan Gambar tante girang seksi horny nafsu sob 

Ni admin tambah cerita sex aja ya sob... 


Dokter Sandra


San… hei aku jaga nich malam ini, elu jangan kirim pasien yang aneh-aneh ya, aku 
mau bobo, begitu pesanku ketika terdengar telepon di ujung sana diangkat.
“Udah makan belum?” suara merdu di seberang sana menyahut.
“Cie… illeee, perhatian nich”, aku menyambung dan, “Bodo ach”, lalu terdengar 
tuutt… tuuuttt… tuuut, rupanya telepon di sana sudah ditutup.

Malam ini aku dapat giliran jaga di bangsal bedah sedangkan di UGD alias Unit 
Gawat Darurat ada dr. Sandra yang jaga. Nah, UGD kalau sudah malam begini jadi 
pintu gerbang, jadi seluruh pasien akan masuk via UGD, nanti baru dibagi-bagi 
atau diputuskan oleh dokter jaga akan dikirim ke bagian mana para pasien yang 
perlu dirawat itu. Syukur-syukur sih bisa ditangani langsung di UGD, jadi tidak 
perlu merepotkan dokter bangsal. dr. Sandra sendiri harus aku akui dia cukup 
terampil dan pandai juga, masih sangat muda sekitar 28 tahun, cantik menurutku, 
tidak terlalu tinggi sekitar 165 cm dengan bodi sedang ideal, kulitnya putih 
dengan rambut sebahu. Sifatnya cukup pendiam, kalau bicara tenang seakan 
memberikan kesan sabar tapi yang sering rekan sejawat jumpai yaitu ketus dan 
judes apalagi kalau lagi moodnya jelek sekali. Celakanya yang sering ditunjukkan, 
ya seperti itu. Gara-gara itu barangkali, sampai sekarang dia masih single. Cuma 
dengar-dengar saja belakangan ini dia lagi punya hubungan khusus dengan dr. 
Anton tapi aku juga tidak pasti.

Kira-kira jam 2 pagi, kamar jaga aku diketuk dengan cukup keras juga.
“Siapa?” tanyaku masih agak malas untuk bangun, sepet benar nih mata.
“Dok, ditunggu di UGD ada pasien konsul”, suara dibalik pintu itu menyahut, oh 
suster Lena rupanya.
“Ya”, sahutku sejurus kemudian.

Sampe di UGD kulihat ada beberapa pria di dalam ruang UGD dan sayup-sayup 
terdengar suara rintihan halus dari ranjang periksa di ujung sana, sempat 
kulihat sepintas seorang pria tergeletak di sana tapi belum sempat kulihat lebih 
jelas ketika dr. Sandra menyongsongku, “Fran, pasien ini jari telunjuk kanannya 
masuk ke mesin, parah, baru setengah jam sih, tensi oke, menurutku sih amputasi 
(dipotong, gitu maksudnya), gimana menurut elu?” demikian resume singkat yang 
diberikan olehnya.

“San, elu makin cantik aja”, pujiku sebelum meraih status pasien yang 
diberikannya padaku dan ketika aku berjalan menuju ke tempat pasien itu, sebuah 
cubitan keras mampir di pinggangku, sambil dr. Sandra mengiringi langkahku 
sehingga tidak terlalu lihat apa yang dia lakukan. Sakit juga nih.

Saat kulihat, pasien itu memang parah sekali, boleh dibilang hampir putus dan 
yang tertinggal cuma sedikit daging dan kulit saja.
“Dok, tolong dok… jangan dipotong”, pintanya kepadaku memelas.
Akhirnya aku panggil itu si Om gendut, bosnya barangkali dan seorang rekan 
kerjanya untuk mendekat dan aku berikan pengertian ke mereka semua.
“Siapa nama Bapak?” begitu aku memulai percakapan sambil melirik ke status untuk 
memastikan bahwa status yang kupegang memang punya pasien ini.
“Praptono”, sahutnya lemah.

“Begini Pak Prap, saya mengerti keadaan Bapak dan saya akan berusaha untuk 
mempertahankan jari Bapak, namun hal ini tidak mungkin dilakukan karena yang 
tersisa hanya sedikit daging dan kulit saja sehingga tidak ada lagi pembuluh 
darah yang mengalir sampai ke ujung jari. Bila saya jahit dan sambungkan, itu 
hanya untuk sementara mungkin sekitar 2 - 4 hari setelah itu jari ini akan 
membusuk dan mau tidak mau pada akhirnya harus dibuang juga, jadi dikerjakan 2 
kali. Kalau sekarang kita lakukan hanya butuh 1 kali pengerjaan dengan hasil 
akhir yang lebih baik, saya akan berusaha untuk seminimal mungkin membuang 
jaringannya dan pada penyembuhannya nanti diharapkan lebih cepat karena lukanya 
rapih dan tidak compang-camping seperti ini”, begitu penjelasan aku pada mereka.

Kira - kira seperempat jam kubutuhkan waktu untuk meyakinkan mereka akan 
tindakan yang akan kita lakukan. Setelah semuanya oke, aku minta dr. Sandra 
untuk menyiapkan dokumennya termasuk surat persetujuan tindakan medik dan 
pengurusan untuk rawat inapnya, sementara aku siapkan peralatannya dibantu oleh 
suster-suster dinas di UGD.

“San, elu mau jadi operatornya?” tanyaku setelah semuanya siap.
“Ehm… aku jadi asisten elu aja deh”, jawabnya setelah terdiam sejenak.

Entah kenapa ruangan UGD ini walaupun ber-AC tetap saja aku merasa panas 
sehingga butir-butir keringat yang sebesar jagung bercucuran keluar terutama 
dari dahi dan hidung yang mengalir hingga ke leher saat aku kerja itu. Untung 
Sandra mengamati hal ini dan sebagai asisten dia cepat tanggap dan berulang kali 
dia menyeka keringatku. Huh… aku suka sekali waktu dia menyeka keringatku, 
soalnya wajahku dan wajahnya begitu dekat sehingga aku juga bisa mencium wangi 
tubuhnya yang begitu menggoda, lebih-lebih rambutnya yang sebahu dia gelung ke 
atas sehingga tampak lehernya yang putih berjenjang dan tengkuknya yang 
ditumbuhi bulu-bulu halus. Benar-benar menggoda iman dan harapan.

Setengah jam kemudian selesai sudah tugasku, tinggal jahit untuk menutup luka 
yang kuserahkan pada dr. Sandra. Setelah itu kulepaskan sarung tangan sedikit 
terburu-buru, terus cuci tangan di wastafel yang ada dan segera masuk ke kamar 
jaga UGD untuk pipis. Ini yang membuat aku tidak tahan dari tadi ingin pipis. 
Daripada aku mesti lari ke bangsal bedah yang cukup jauh atau keluar UGD di 
ujung lorong sana juga ada toilet, lebih baik aku pilih di kamar dokter jaga UGD 
ini, lagi pula rasanya lebih bersih.

Saat kubuka pintu toilet (hendak keluar toilet), “Ooopsss…” terdengar jeritan 
kecil halus dan kulihat dr. Sandra masih sibuk berusaha menutupi tubuh bagian 
atasnya dengan kaos yang dipegangnya.
“Ngapain lu di sini?” tanyanya ketus.
“Aku habis pipis nih, elu juga kok nggak periksa-periksa dulu terus ngapain elu 
buka baju?” tanyaku tak mau disalahkan begitu saja.
“Ya, udah keluar sana”, suaranya sudah lebih lembut seraya bergerak ke balik 
pintu biar tidak kelihatan dari luar saat kubuka pintu nanti.

Ketika aku sampai di pintu, kulihat dr. Sandra tertunduk dan… ya ampun…. 
pundaknya yang putih halus terlihat sampai dengan ke pangkal lengannya, “San, 
pundak elu bagus”, bisikku dekat telinganya dan semburat merah muda segera 
menjalar di wajahnya dan ia masih tertunduk yang menimbulkan keberanianku untuk 
mengecup pundaknya perlahan. Ia tetap terdiam dan segera kulanjutkan dengan 
menjilat sepanjang pundaknya hingga ke pangkal leher dekat tengkuknya. Kupegang 
lengannya, sempat tersentuh kaos yang dipegangnya untuk menutupi bagian depan 
tubuhnya dan terasa agak lembab. Rupanya itu alasannya dia membuka kaosnya untuk 
menggantinya dengan yang baru. Berkeringat juga rupanya tadi.

Perlahan kubalikkan tubuhnya dan segera tampak punggungnya yang putih mulus, 
halus dan kurengkuh tubuhnya dan kembali lidahku bermain lincah di pundak dan 
punggungnya hingga ke tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan kusapu 
dengan lidahku yang basah. “Aaaccch… ach…” desahnya yang pertama dan disusul 
dengan jeritan kecil tertahan dilontarkannya ketika kugigit urat lehernya dengan 
gemas dan tubuhnya sedikit mengejang kaku. Kuraba pangkal lengannya hingga ke 
siku dan dengan sedikit tekanan kuusahakan untuk meluruskannya sikunya yang 
secara otomatis menarik kaos yang dipegangnya ikut turun ke bawah dan dari 
belakang pundaknya itu.

Kulihat dua buah gundukan bukit yang tidak terlalu besar tapi sangat menantang 
dan pada bukit yang sebelah kanan tampak tonjolannya yang masih berwarna merah 
dadu sedangkan yang sebelah kiri tak terlihat. Kusedot kembali urat lehernya dan 
ia menjerit tertahan, “Aach… ach… ssshhh”, tubuhnya pun kurasakan semakin lemas 
oleh karena semakin berat aku menahannya.

Dengan tetap dalam dekapan, kubimbing dr. Sandra menuju ke ranjang yang ada dan 
perlahan kurebahkan dia, matanya masih terpejam dengan guratan nikmat terhias di 
senyum tipisnya, dan secara refleks tangannya bergerak menutupi buah dadanya. 
Kubaringkan tubuhku sendiri di sampingnya dengan tangan kiri menyangga beban 
tubuh, sedangkan tangan kanan mengusap lembut alis matanya terus turun ke 
pangkal hidung, mengitari bibir terus turun ke bawah dagu dan berakhir di ujung 
liang telinganya.

Senyum tipis terus menghias wajahnya dan berakhir dengan desahan halus disertai 
terbukanya bibir ranum itu. “Ssshhh… acchh…” Kusentuhkan bibirku sendiri ke 
bibirnya dan segera kami saling berpagutan penuh nafsu. Kuteroboskan lidahku 
memasuki mulut dan mencari lidahnya untuk saling bergesekan kemudian kugesekan 
lidahku ke langit-langit mulutnya, sementara tangan kananku kembali menelusuri 
lekuk wajahnya, leher dan terus turun menyusuri lembah bukit, kudorong tangan 
kanannya ke bawah dan kukitari putingnya yang menonjol itu. Lima sampai tujuh 
kali putaran dan putingnya semakin mengeras. Kulepaskan ciumanku dan kualihkan 
ke dagunya. Sandra memberikan leher bagian depannya dan kusapu lehernya dengan 
lidahku terus turun dan menyusuri tulang dadanya perlahan kutarik tangannya yang 
kiri yang masih menutupi bukitnya. Tampak kini dengan jelas kedua puting susunya 
masih berwarna merah dadu tapi yang kiri masih tenggelam dalam gundukan bukit. 
Feeling-ku, belum pernah ada yang menyentuh itu sebelumnya.

Kujilat tepat di area puting kirinya yang masih terpendam malu itu pada jilatan 
yang kelima atau keenam, aku lupa. Puting itu mulai menampakkan dirinya dengan 
malu-malu dan segera kutangkap dengan lidah dan kutekankan di gigi bagian atas, 
“Ach… ach… ach…” suara desisnya semakin menjadi dan kali ini tangannya juga 
mulai aktif memberikan perlawanan dengan mengusap rambut dan punggungku. Sambil 
terus memainkan kedua buah payudaranya tanganku mulai menjelajah area yang baru 
turun ke bawah melalui jalur tengah terus dan terus menembus batas atas celana 
panjangnya sedikit tekanan dan kembali meluncur ke bawah menerobos karet celana 
dalamnya perlahan turun sedikit dan segera tersentuh bulu-bulu yang sedikit 
lebih kasar. “Eeehhhm… ech…” tidak diteruskan tapi bergerak kembali naik 
menyusuri lipatan celana panjangnya dan sampai pada area pinggulnya dan segera 
kutekan dengan agak keras dan mantap, “Ach…” pekiknya kecil pendek seraya 
bergerak sedikit liar dan mengangkat pantat dan pinggulnya.

Segera kutekan kembali lagi pinggul ini tapi kali ini kulakukan keduanya kanan 
dan kiri dan, “Fran… ugh…” teriaknya tertahan. Aku kaget juga, itu kan artinya 
Sandra sadar siapa yang mencumbunya dan itu juga berarti dia memang memberikan 
kesempatan itu untukku. Matanya masih terpejam hanya-hanya kadang terbuka. 
Kutarik restleting celananya dan kutarik celana itu turun. Mudah, oleh karena 
Sandra memang menginginkannya juga, sehingga gerakan yang dilakukannya sangat 
membantu. Tungkainya sangat proporsional, kencang, putih mulus, tentu dia 
merawatnya dengan baik juga oleh karena dia juga kan berasal dari keluarga kaya, 
kalau tidak salah bapaknya salah satu pejabat tinggi di bea cukai. Kuraba paha 
bagian dalamnya turun ke bawah betis, terus turun hingga punggung kaki dan 
secara tak terduga Sandra meronta dan terduduk, dengan nafas memburu dan 
tersengal-sengal, “Fran…” desisnya tertelan oleh nafasnya yang masih memburu.

Kemudian ia mulai membuka kancing bajuku sedikit tergesa dan kubantunya lalu ia 
mulai mengecup dadaku yang bidang seraya tangannya bergerak aktif menarik 
retsleting celanaku dan menariknya lepas. Langsung saja aku berdiri dan 
melepaskan seluruh bajuku dan kuterjang Sandra sehingga ia rebah kembali dan 
kujilat mulai dari perutnya. Sementara tangannya ikut mengimbangi dengan 
mengusap rambutku, ketika aku sampai di selangkangannya kulihat ia memakai 
celana berwarna dadu dan terlihat belahan tengahnya yang sedikit cekung 
sementara pinggirnya menonjol keluar mirip pematang sawah dan ada sedikit noda 
basah di tengahnya tidak terlalu luas, ada sedikit bulu hitam yang mengintip 
keluar dari balik celananya. Kurapatkan tungkainya lalu kutarik celana dalamnya 
dan kembali kurentangkan kakinya seraya aku juga melepas celanaku. Kini kami 
sama berbugil, kemaluanku tegang sekali dan cukup besar untuk ukuranku. 
Sementara Sandra sudah mengangkang lebar tapi labia mayoranya masih tertutup 
rapat. Kucoba membukanya dengan jari-jari tangan kiriku dan tampak sebuah lubang 
kecil sebesar kancing di tengahnya diliputi oleh semacam daging yang berwarna 
pucat demikian juga dindingnya tampak berwarna pucat walau lebih merah 
dibandingkan dengan bagian tengahnya. Gila, rupanya masih perawan.

Tak lama kulihat segera keluar cairan bening yang mengalir dari lubang itu oleh 
karena sudah tidak ada lagi hambatan mekanik yang menghalanginya untuk keluar 
dan banjir disertai baunya yang khas makin terasa tajam. Baru saat itu 
kujulurkan lidahku untuk mengusapnya perlahan dengan sedikit tekanan. “Eehhh… 
ach… ach… ehhh”, desahnya berkepanjangan. Sementara lidahku mencoba untuk 
membersihkannya namun banjir itu datang tak tertahankan. Aku kembali naik dan 
menindih tubuh Sandra, sementara kemaluanku menempel di selangkangannya dan aku 
sudah tidak tahan lagi kemudian aku mulai meremas payudara kanannya yang kenyal 
itu dengan kekuatan lemah yang makin lama makin kuat.

“Fran… ambilah…” bisiknya tertahan seraya menggoyangkan kepalanya ke kanan dan 
ke kiri sementara kakinya diangkat tinggi-tinggi. Dengan tangan kanan kuarahkan 
torpedoku untuk menembak dengan tepat. Satu kali gagal rasanya melejit ke atas 
oleh karena licinnya cairan yang membanjir itu, dua kali masih gagal juga namun 
yang ketiga rasanya aku berhasil ketika tangan Sandra tiba-tiba memegang erat 
kedua pergelangan tanganku dengan erat dan desisnya seperti menahan sakit dengan 
bibir bawah yang ia gigit sendiri. Sementara batang kejantananku rasanya mulai 
memasuki liang yang sempit dan membuka sesuatu lembaran, sesaat kemudian seluruh 
batang kemaluanku sudah tertanam dalam liang surganya dan kaki Sandra pun sudah 
melingkari pinggangku dengan erat dan menahanku untuk bergerak. “Tunggu”, 
pintanya ketika aku ingin bergerak.

Beberapa saat kemudian aku mulai bergerak mengocoknya perlahan dan kaki Sandra 
pun sudah turun, mulanya biasa saja dan respon yang diberikan juga masih minimal, 
sesaat kemudian nafasnya kembali mulai memburu dan butir-butir keringat mulai 
tampak di dadanya, rambutnya sudah kusut basah makin mempesona dan gerakan 
mengocokku mulai kutingkatkan frekuensinya dan Sandra pun mulai dapat 
mengimbanginya.

Makin lama gerakan kami semakin seirama. Tangannya yang pada mulanya diletakkan 
di dadaku kini bergerak naik dan akhirnya mengusap kepala dan punggungku. “Yach… 
ach… eeehmm”, desisnya berirama dan sesaat kemudian aku makin merasakan liang 
senggamanya makin sempit dan terasa makin menjempit kuat, gerakan tubuhnya makin 
liar. Tangannya sudah meremas bantal dan menarik kain sprei, sementara 
keringatku mulai menetes membasahi tubuhnya namun yang kunikmati saat ini adalah 
kenikmatan yang makin meningkat dan luar biasa, lain dari yang kurasakan selama 
ini melalui masturbasi. Makin cepat, cepat, cepat dan akhirnya kaki Sandra 
kembali mengunci punggungku dan menariknya lebih ke dalam bersamaan dengan 
pompaanku yang terakhir dan kami terdiam, sedetik kemudian.. “Eeeggghhh…” 
jeritannya tertahan bersamaan dengan mengalirnya cairan nikmat itu menjalar di 
sepanjang kemaluanku dan, “Crooot… crooot”, memberikannya kenikmatan yang luar 
biasa. Sebaliknya bagi Sandra terasa ada semprotan kuat di dalam sana dan 
memberikan rasa hangat yang mengalir dan berputar serasa terus menembus ke dalam 
tiada berujung. Selesai sudah pertempuran namun kekakuan tubuhnya masih 
kurasakan, demikian juga tubuhku masih kaku.

Sesaat kemudian kuraih bantal yang tersisa, kulipat jadi dua dan kuletakkan 
kepalaku di situ setelah sebelumnya bergeser sedikit untuk memberinya nafas agar 
beban tubuhku tidak menindih paru-parunya namun tetap tubuhku menindih tubuhnya. 
Kulihat senyum puasnya masih mengembang di bibir mungilnya dan tubuhnya terlihat 
mengkilap licin karena keringat kami berdua.

“Fran… thank you”, sesaat kemudian, “Ehmmm… Fran aku boleh tanya?” bisiknya 
perlahan.
“Ya”, sahutku sambil tersenyum dan menyeka keringat yang menempel di ujung 
hidungnya.
“Aku… gadis keberapa yang elu tidurin?” tanyanya setelah sempat terdiam sejenak. 
“Yang pertama”, kataku meyakinkannya, namun Sandra mengerenyitkan alisnya. “Sungguh?” 
tanyanya untuk meyakinkan.
“Betul… keperawanan elu aku ambil tapi perjakaku juga elu yang ambil”, bisikku 
di telinganya. Sandra tersenyum manis.
“San, thank you juga”, itu kata-kata terakhirku sebelum ia tidur terlelap 
kelelahan dengan senyum puas masih tersungging di bibir mungilnya dan batang 
kemaluanku juga masih belum keluar tapi aku juga ikut terlelap.








Gambar Tante Girang Mulus

admin posting gambar tante girang mulus sob.. semoga gambar tante girang nya dapat mengugah otong ya... hehehe... 




mantep ga sob gambar tante girangnya... ni admin tambah lagi ... 





Gimana Sob Puas to...  gambar tante mulusnya  
admin tambahi cerita sex aja ya 



Gairah Siswi Magang


Dulu aku sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak di 
bidang automotive di daerah Bekasi. Ditempat itu, sebut saja PT. BT, jumlah 
karyawannya cukup banyak. Tapi bukan itu yang menyebabkan aku menurunkan tulisan 
ini. Selain karyawan, disana terdapat beberapa siswi yang sedang melakukan PKL. 
Diantara siswi tersebut, salah satu diantaranya, telah membuat aku seperti 
kembali merasakan cinta (yang dulu pernah hilang bersama Galuh). Siswi tersebut, 
kita sebut saja namanya Muti, diperbantukan di departemen Personalia, sedangkan 
aku, bekerja di departemen PPIC.

Sebenernya ruang kerja kami agak berjauhan, tetapi karena sama-sama mengerjakan 
jenis pekerjaan yang menyangkut dengan data, maka setiap hari, kami selalu 
bertemu ditempat foto copy. Awalnya sih, aku hanya sekedar mengagumi 
kecantikannya, karena dengan hidung yang bangir, bentuk bibir yang sensual, 
dihiasi lesung pipit di kedua pipinya, membuat semua yang ada didirinya terlihat 
sempurna. Hari demi hari kami terlihat semakin akrab, bahkan banyak teman-temanku 
yang menyangka kalau aku sedang PDKT dengannya. Semua anggapan temanku, tidak 
terlalu aku pikirkan, karena aku merasa, Muti disini sedang belajar dan 
mengerjakan tugas yang diberikan oleh sekolahnya, dan sebagai seorang karyawan 
di PT. BT, aku hanya sekedar membimbing dan membantu, jika seandainya ada 
sesuatu hal yang dia belum mengerti. Hampir dua minggu aku mengenalnya, ternyata 
sikap dan kelakuannya semakin membuat aku terpesona.

Ketika aku mendengar gurauan salah seorang temanku, yang mengatakan kalau dia 
berani memberi Rp. 500.000,- kepada Muti, jika Muti mau menemaninya selama 2 jam, 
perasaanku malah semakin care sama si Muti. Timbul perasaaan cemburu ketika 
mendengar gurauan itu. Namun aku tidak berani untuk mengungkapkannya, karena 
saat itu diantara aku dan Muti, tidak mempunyai hubungan yang terlalu istimewa. 
Akupun merasa wajar, jika temanku berkata demikian, karena dengan wajah secantik 
itu, jika memang Muti memanfaatkan tubuhnya, mungkin harganya bisa diatas Rp. 
350.000, per dua jam (harga tersebut diatas, adalah harga rata-rata seorang 
massage girl yang sudah dianggap cantik).

Suatu ketika, bersama seorang temannya yang bernama Emma, Muti menuju meja 
kerjaku, awalnya sih bertanya tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan 
keperluannya, mungkin karena merasa sudah akrab, Muti juga bertanya tentang no. 
HP ku, alasannya sih biar gampang saja, kalau nanti dia mau nanya sesuatu. 
Sambil tetap memperhatikan monitor, aku menyebutkan satu persatu nomernya. 
Ketika mereka ikut memperhatikan cara kerjaku, tiba-tiba, “buukkk..” tanpa 
sengaja, tangan Emma menyenggol buku yang aku simpan disisi meja. Aku langsung 
mengambil bukunya dengan cara berjongkok. Alamak.. ketika berjongkok, tanpa 
sengaja sudut mataku melihat sesuatu yang sangat indah, dua pasang paha mulus 
terpampang didepan wajahku.

Bukan hanya itu, karena posisi kaki Muti ketika duduk, agak mengangkang, maka 
ketika ku perhatikan, dipangkal pahanya terlihat pemandangan yang cukup 
menggelitik kelelakianku. Ku lihat dia memakai CD berwarna Pink, dengan hiasan 
renda di sisinya. Mungkin karena mereka terlalu fokus memperhatikan hasil 
pekerjaanku, mereka tidak menyadari (atau memang sengaja?) kalau di bawah meja, 
aku sedang menikmati apa yang seharusnya mereka tutupi. Karena takut mengundang 
kecurigaan dari teman sekerjaku, terpaksa aku kembali duduk dan menerangkan 
tentang cara kerja di PT. BT kepada Muti dan Emma. Namun kejadian yang baru saja 
aku alami, tetap mengganggu pikiranku. Mungkin karena aku tidak konsentrasi 
dengan apa yang sedang kami bicarakan, Muti bertanya.

“Pak, kok kadang-kadang ngejelasinnya tidak nyambung sih..”. Sebenarnya aku malu 
mendapat pernyataan seperti itu, namun karena merasa sudah akrab, aku berbisik 
kepada Muti dan menceritakan kejadian yang sebenarnya. Bukannya malu, Muti malah 
tersenyum mendengarnya.

“Kenapa tidak disentuh saja Pak, biar tidak penasaran”, goda Muti. Emma yang 
tidak tahu apa-apa, hanya bengong mendengar pembicaraan kami. Sebagai seorang 
lelaki, mendengar penawaran Muti, aku malah berpikir yang tidak-tidak, dan 
membayangkan apa yang ada dibalik CD nya itu. Namun semuanya berusaha aku redam, 
karena walau bagaimanapun, di PT. BT ini, aku harus JAIM (Jaga Imej), agar aku 
tidak mendapatkan masalah. Bel istirahatpun berbunyi, dan kami langsung menuju 
kantin untuk makan siang. Baru saja aku selesai makan, Muti mendekatiku dan 
berbisik “besok Bapak saya tunggu di Hero sekitar jam 09.00 pagi, ada yang ingin 
saya bicarakan, saya tunggu didepan ATM”. Walau singkat, tapi tetap membuatku 
bertanya-tanya, sebenarnya apa-yang akan dibicarakan? Mengapa waktunya hari 
sabtu, padahal kan setiap hari sabtu PT. BT libur.

Mengapa dia berbisik sangat pelan kepadaku, apa takut terdengar yang lainnya?. 
Besoknya, dengan tetap berpakaian rapi (seperti jika mau berangkat kerja), aku 
mengeluarkan motorku dan beralasan lembur kepada kedua orang tuaku. Menunggu 
adalah hal yang sangat membosankan, karena sampai di Hero, jam baru menunjukkan 
angka 07.30, Setelah mencari sarapan, sambil ngerokok, aku iseng-iseng ikut 
ngantri ATM, padahal cuma mau liat saldo doang, karena uang yang ada di dompetku, 
masih ada sekitar Rp. 400.000,-. Dari jauh, aku sudah tahu kalau gadis yang 
menuju kearahku adalah si Muti, dan pagi ini, dia terlihat sangat sexy, karena 
Muti hanya mengenakan kaos dan celana jeans ketat.

“Udah lama ya Pak? Kan Muti janjinya jam 09.00, sekarang baru jam 08.45, Muti 
tidak salah khan?”, “Jangan panggil aku Bapak dech Mut, aku kan belum nikah, dan 
ini bukan di kantor, panggil namaku saja dech, biar bisa lebih akrab”.

“Ok deh Pak, eh Fik”, sambil tersenyum Muti langsung menggandeng tanganku.

“Fik, enaknya kita ke mana yach”, tanya Muti.

“Terserah, emang mau ngomongin apaan, kayaknya pribadi banget”.

“Ngga juga, Muti seneng saja kalau deket ama Fik, kenapa ya?” “Mau tahu 
jawabannya”, candaku.

“Ngga usah Fik, Muti juga udah tahu, Muti rasa Muti menyukai Fik”, jawab Muti 
polos. Tanpa disadari, mungkin karena saking senengnya, aku yang sejak awal 
memang mengagumi Muti, langsung memeluknya. Mendapat perlakuan begitu, Muti 
mencoba melepaskannya, dan mengingatkan, kalau kita masih ada dilokasi umum, 
tidak enak terlihat banyak orang. Akhirnya kami memutuskan mencari tempat yang 
cocok untuk berduaan. Tapi karena yang aku tahu cuma hotel tempat satu-satunya 
yang cocok untuk berduaan tanpa takut terlihat orang lain, walau terlihat agak 
ragu, Muti akhirnya menyanggupinya. Sekitar jam 09.30, kami sudah sampai di 
front office hotel BI, dan mengambil sebuah kamar dengan fasilitas TV dan AC. 
Dengan agak ragu Muti memasuki pintu kamar (mungkin karena baru pertama kalinya), 
dan dia agak terkejut melihat fasilitas yang terdapat di dalamnya. Apalagi 
ketika dia melihat kamar mandinya.

“Enak juga ya Fik, kita bisa ngobrol berduaan disini, tanpa takut akan terdengar 
atau terlihat oleh orang lain”. Muti langsung merebahkan badannya ke ranjang, 
dan mencari siaran TV yang khusus menyiarkan acara musik. Kebetulan banget 
lagunya adalah lagu-lagu romantis, yang secara tidak langsung, ikut mempengaruhi 
suasana hati kami. Lewat aiphone, aku memesan makanan dan soft drink. Ketika aku 
menyalakan rokok, terdengar suara room boy mengetuk pintu dan mengantarkan 
pesananku. Aku mendekati Muti yang sedang rebahan, maksudnya sih mau nawarin 
makanan, tapi Muti langsung bangun dan bertanya.

“Fik, apakah Muti salah bila Muti mencintai Fik, Muti sebenernya malu 
mengakuinya, tapi bila tidak diungkapkan, Muti takut kalau Fik tidak mengetahui 
apa sebenernya yang Muti harapkan. Maafin Muti yach, Muti udah ngerepotin Fik, 
padahal kan sekarang waktunya libur dan istirahat, tapi Muti malah meminta Fik 
menemui Muti”. Aku terharu juga mendengar kejujuran dan kepolosannya, akhirnya 
setelah mendengarkan semua tentang apa yang ada dihatinya, sambil membelai 
rambutnya (agar perasaannya menjadi lebih tenang), aku pun berusaha 
meyakinkannya, bahwa semua yang dialami, adalah wajar, jika seseorang mencintai 
lawan jenisnya, dan tidak ada yang namanya salah, jika sudah menyangkut perasaan 
hati.

Ketika dia menatapku dengan tatapan yang tajam, secara perlahan aku mencium 
keningnya. Tapi ternyata, yang kulakukan itu malah membuat Muti berani untuk 
membalas ciumanku. Dia langsung melumat bibirku, dan seperti seseorang yang 
tidak mau kehilangan sesuatu, dia memelukku dengan erat sekali. Sambil terus 
menikmati bibirku, tangannya terus mengelus dan mengusap seluruh bagian tubuhku. 
Mungkin beginilah cara dia mengungkapkan rasa sayangnya terhadap diriku. Tapi 
sekarang aku yang bingung, karena dengan melihatnya bentuk tubuhnya saja (waktu 
di kantor), bisa membuat aku “konak”, sekarang seluruh tubuhnya sudah melekat 
erat ditubuhku (walau masih memakai pakaian lengkap).

Kedua payudaranya terasa makin mengeras, akhirnya kuputuskan untuk menikmati 
keadaan ini, karena jujur saja, kadang-kadang, dulu akupun sering menghayalkan 
betapa nikmatnya jika bercumbu dengan si Muti, apalagi jika berjalan di 
belakangnya, goyangan pantatnya ngajakin kita jual tanah (maksudnya ntar duitnya 
buat ngebayarin pantatnya, he.. he.. he..). tanganku mulai berusaha membuka 
kaosnya, karena aku tidak mau pandanganku yang tertuju kepada kedua payudaranya, 
terhalang oleh kaos yang ia kenakan. Pelan namun pasti, akhirnya bukan hanya 
kaosnya yang berhasil aku buka, BH nya pun sudah aku lepaskan. Sejenak aku 
terpana melihat keindahan bentuk payudaranya itu, namun hanya sebentar, karena 
aku ingin segera menikmati dan merasakan keindahan itu, kuremas kedua susunya, 
dengan mesra aku mulai menghisap putingnya yang sudah agak mengeras dan berwarna 
kecoklatan. Kucium dan kujilati bagian tubuhnya, mulai dari leher, terus 
bergerak turun dan menuju putingnya kembali.

“Yaa.. hisap terus sayaangg.. aacchh.. ennaakk banget Fik.. geli.. tapi nick..maaattt.. 
teeeruuus.. aaccchhh..” Muti terus meracau menikmatinya. Aku terus merangsangnya, 
dan mencoba membuka celana jeans yang dipakainya, lantaran jeans yang 
dikenakannya sangat ketat, aku kesulitan untuk membukanya, untungnya Muti 
mengerti, dengan agak mengangkat pantatnya, dia mulai mencoba menurunkan 
jeansnya sendiri. Dengan sabar, aku menunggu dan terus mempermainkan susunya. 
Setelah jeansnya terlepas, tangan Muti berusaha untuk membuka semua yang aku 
kenakan. Satu persatu jari tangannya membuka kancing kemejaku, dan setelah 
berhasil membuka baju dan celana yang aku pakai, Muti hanya menyisakan CD saja 
yang masih melekat ditubuhku.

Mungkin dia masih ragu untuk membukanya, karena diapun masih mengenakan CD. 
Walau diwajahnya terlihat, kalau dia sedang diamuk birahi, namun dia masih bisa 
menguasai pikirannya, aku yakin dia merasa takut di cap sebagai cewe yang 
agresif dan takut jika aku tidak menyukai tindakannya. Namun aku tetap menikmati 
suasana yang terjadi di dalam kamar hotel ini. Aku terus merangsang birahinya, 
ciumanku aku arahkan kedaerah perutnya, terus kebawah menyusuri lubang pusarnya, 
dan kedua tanganku, bergerak untuk membuka CD yang masih melekat ditubuhnya.

Secara perlahan aku mencoba membuka CD nya, sambil terus mencumbunya, aku 
menciumi setiap daerah yang baru telihat ketika CD nya mulai bergerak turun. 
Muti sangat menikmati semua sentuhan yang aku berikan, bahkan ketika CD nya 
telah terlepas, dan aku mulai menjilati memeknya, dia terus mendesah dan malah 
membuka pahanya lebar-lebar agar lidahku bisa menjilati bagian dalam memeknya. 
Dengan keharuman yang khas, memek itu telah membuat aku betah berlama-lama 
mencumbuinya. Aku terus menjilati, dan dengan jari telunjukku, aku coba 
merangsang dia dengan memainkan kelentitnya. Semakin aku percepat memainkan jari 
telunjukku, semakin cepat pula dia menggoyangkan pantatnya. Muti terus mendesah 
dan meracau tak karuan.

“Aacchhhh.. terus sayang.. nikmatnya.. teruzzsss.. lebih ke dalam lagi Fik.. 
teruuzzss.. yacchhh.. benar.. jilati terus yang.. itu.. sayang.. accchhh”. 
Karena rangsangan yang dia terima makin hebat, pantatnya bukan hanya digoyang-goyangkan, 
tapi malah diangkat-angkat ke atas, mungkin tujuannya agar lubang memeknya yang 
lebih dalam ikut tersentuh oleh lidahku. Dengan bantuan jari-jariku, aku terus 
mengaduk-aduk isi memek Muti, aku sentuh G-Spotnya secara perlahan, dia langsung 
menggelinjang, lalu kuelus G-Spotnya nya dengan jari tengahku, Muti makin liar, 
seperti orang yang sedang ngigau, dia meracau tak karuan, tak jelas suara apa 
yang keluar dari mulutnya, karena yang aku tahu, lubang memeknya sudah sangat 
basah oleh cairan kemaluannya, seluruh tubuhnya seperti menegang, tapi itu tak 
berlangsung lama, karena, dirinya langsung terdiam dan tergolek dengan lemas.

Melihat Muti sudah mencapai orgasme, aku berusaha untuk tenang, tetapi kontolku 
sudah sangat tegang (walau masih tertutup oleh CD) dan ingin segera merasakan 
nikmatnya memek Muti. Aku segera mencium dan menjilati “lubang surga” itu, agar 
Muti bisa merasakan apa yang namanya multi orgasme. Usahaku ternyata berhasil, 
karena hanya dalam beberapa menit, tubuhnya kembali bergetar dan menegang. 
Diiringi desahannya yang sangat menggairahkan, Muti kembali merasakan kenikmatan 
itu. Karena beberapa kali mengalami orgasme, Muti terlihat sangat lelah, meski 
tak dikemukakan, terlihat jelas bahwa dia sangat puas dengan oral yang aku 
lakukan.

Dengan tersenyum, dia mencoba untuk melepaskan CD yang masih melekat ditubuhku. 
Tanpa ragu, dia mulai menjilat dan mengulum kontolku. Mendapat perlakuan seperti 
itu, aku yang semula mendominasi permainan, hanya diam saja menikmati permainan 
Muti. Dengan bibir indahnya, dia mengulum dan mengeluar masukan kontolku ke 
dalam mulutnya, dan sesekali, dengan menggunakan kelembutan lidahnya, dia 
mengusap dan menjilat kepala kontolku. Gila.. ternyata Muti bukan hanya indah 
buat dilihat, ternyata Muti mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam 
merangsang dan memanjakan kita dalam permainan seksnya.

Aku berusaha agar tidak sampai kebobolan ketika dia melakukan oral terhadapku, 
namun kenyataannya, semua spermaku telah memenuhi mulutnya, ketika secara reflek, 
aku menjambak rambut dan menarik kepalanya sambil mendesah menahan kenikmatan 
saat spermaku akan keluar. Tanpa perasaan jijik, Muti menelan semua sperma yang 
ada di dalam mulutnya, seperti tidak puas, dia menjilati kontolku yang masih ada 
sisa-sisa spermanya.

“Fik, enak juga ya rasa sperma lo, gurih-gurih gimana gitu..”, kata Muti memuji. 
Aku hanya tertawa sebentar mendengarnya, karena bola mataku tetap memandang 
lekuk-lekuk tubuh Muti yang telanjang tanpa sehelai benangpun menutupinya. 
Kuperhatikan lagi “lembah” yang dihiasi oleh bulu-bulu halus itu, ternyata, 
warnanya agak memerah, mungkin karena tergesek oleh lidah dan jari-jariku.

“Makasih ya Mut..”, kataku sambil menciumi memeknya.

“Fik, boleh tidak kalau Muti minta memek Muti di jilatin lagi, abis enak banget 
sih..”, tanya Muti sambil memohon.

“Boleh saja sih, tapi boleh tidak kalau Fik ngentot Muti, soalnya kontol Fik 
udah tidak kuat nich, pengen buru-buru berada di dalam memek Muti. Boleh yach?” 
“Muti takut Fik, kata temen-temen Muti, rasanya sakit banget, tidak mau ah.. 
ntar kalau sakit gimana?”, tolak Muti.

“Pokoknya Muti rasain saja nanti, Fik apa temen Muti yang salah”, kataku sambil 
mulai menjilati memek Muti. Dengan melebarkan pahanya, dan mempergunakan kedua 
tangannya, Muti membantu melebarkan memeknya agar mempermudah ku di dalam 
mencumbui memeknya. Kujilati klitnya hingga dia menggelinjang tak karuan menahan 
rasa nikmat yang dia terima. Sengaja aku terus menjilati klitnya, agar dia 
diamuk oleh gairahnya sendiri, ketika kulihat tubuhnya mulai menegang, dan 
mengalami orgasme, entah untuk yang keberapa kali, aku langsung memindahkan 
cumbuanku kedaerah putingnya yang sudah sangat kencang. Kuciumi bagian bawah 
susunya, kusedot dan kumainkan lidahku di daerah tersebut.

“Fik.. enak sekali sayang.. acchhh.. ooohhhh..” Muti menggelepar menahan 
birahinya yang semakin besar. Kulihat jari lentik Muti mulai bermain dibibir 
kemaluannya sendiri, dia terus mengelus, dan sekali-sekali memasukan jarinya ke 
dalam lubang memeknya yang sudah sangat basah karena banyaknya cairan pelicin 
yang keluar dari dalam memeknya memeknya. Sambil tetap membenamkan wajahku 
diantara dua gunungnya, tanganku secara perlahan menarik tangan Muti yang sedang 
asik mengeluar masukan jarinya.

Awalnya dia menolak, tapi ketika aku bimbing jarinya kearah kontolku, Muti 
langsung menggenggam dan mengocoknya. Setelah agak lama, aku meminta Muti agar 
dia berada diatas tubuhku yang sudah dalam posisi berbaring. Dengan perlahan, 
dia menaiki tubuhku. Sengaja aku menggesek-gesekan kontolku diantara lubang 
memeknya, ternyata benar, apa yang aku lakukan telah membuat kenikmatan yang 
dirasakan oleh Muti makin menjadi-jadi, diapun mulai bergerak menggesekan 
kontolku ke bagian luar memeknya.

Akhirnya, walau dengan posisi berada di bawah, tanpa sepengetahuan Muti, aku 
berusaha mengarahkan kontolku agar bisa memasuki lubang memeknya. Muti terus 
menggerakkan dan menggesekan memeknya, dan tanpa disadarinya, ternyata kepala 
kontolku mulai bergerak memasuki memeknya ketika dia menggerakan pantatnya dari 
atas ke bawah.

Terasa lembut sekali ketika kepala kontolku menyentuh bagian dalam dari lubang 
surganya, ada perasaan nikmat yang sulit untuk diungkapkan, dan tanpa terasa, 
sudah seluruh bagian kontolku berada di dalamnya. Seperti kesetanan, Muti terus 
menggoyangkan pantatnya, sesekali terdengar rintihan dan erangannya. Akupun 
terus mengeluar masukan kontolku ke dalam lubang memeknya (walau agak sulit 
karena posisiku berada di bawah).

Secara reflek Muti langsung merebahkan tubuhnya diatas tubuhku ketika dia sudah 
mencapai orgasmenya. Namun karena aku belum orgasme, aku langsung membalikan 
badannya agar berada di bawah tubuhku. Dengan sedikit santai, aku terus 
menggerakan “junior”ku, namun karena tubuh Muti yang bersih dan terawat, 
birahiku tidak bisa mengerti jika aku ingin lebih lama menikmati kemulusan 
tubuhnya. Akhirnya spermaku keluar di dalam kehangatan lubang memeknya.








Jumat, 26 Juli 2013

Gambar Tante Girang Montok Menggairahkan

Posting kali ini dalam artikel berjudul  : Gambar Tante Girang Montok Menggairahkan
selamat membaca dan menikmati semoga bisa
menambah semangat sobat2 menghadapi hari demi hari....

Untuk sementara waktu artikel tentang :  Gambar Tante Girang Montok Menggairahkan
sedang kami edit ulang untuk kepuasan smua pengunjuang blog.
setelah lengkap dan akurat segera kami posting kembali
artikelnya, trims sebelumnya

Untuk pengganti sementara artikel yang sobat2 cari, admin ganti
dengan cerita plus dibawah ini ya...
semoga ceritanya bisa menghibur sobat-sobat...

 Gejolak Nafsu Terpendam

Ini adalah pengalamanku yang kesekian kalinya bersetubuh dengan wanita setengah baya. Kejadiannya pada saat kenaikkan kelas, aku mendapat liburan satu bulan dari sekolah. Untuk mengisi waktu liburanku, aku mengiyakan ajakan Mas Iwan sopir Pak RT tetanggaku untuk berlibur dikampungnya. Disebuah desa di Jawa Barat. Katanya, sekalian mau nengok istrinya. Aku tertarik omongan Mas Iwan bahwa gadis-gadis di kampungnya cantik-cantik dan mulus-mulus. Aku ingin buktikan omongannya. Dengan mobil pinjaman dari ayahku, kami berangkat ke sana. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya sekitar jam 17.00 WIB kami tiba di kampungnya. Rumah Mas Iwan berada cukup jauh dari rumah tetangganya. Rumahnya cukup bagus, untuk ukuran di kampung, bentuknya memanjang. di rumah Mas Iwan kami disambut oleh Mbak Irma, istrinya dan Tante Sari mertuanya. Ternyata Mbak Irma, istri Mas Iwan, seorang perempuan yang sangat cantik. Kulitnya putih bersih dan bodynya sangat sexy. Sedangkan Tante Sari tak kalah cantiknya dengan Mbak Irma. Meskipun sudah berumur empat puluhan, kecantikannya belum pudar. Bodynya tak kalah dengan gadis remaja. Oh ya, Tante Sari bukanlah ibu kandung Mbak Irma. Tante Sari kimpoi dengan Bapak Mbak Irma, setelah ibu kandung Mbak Irma meninggal. Tapi setelah lima tahun menikah, bapak Mbak Irma yang meninggal, karena sakit. Jadi sudah sepuluh tahun Tante Sari menjanda. Sekitar jam 20.00 WIB, Mas Iwan mengajakku makan malam ditemani Mbak Irma dan Tante Sari. Sambil makan kami ngobrol diselingi gelak tawa. Walaupun kami baru kenal, tapi karena keramahan mereka kami serasa sudah lama kenal. Selesai makan malam Mas Iwan dan Mbak Irma permisi mau tidur. Mungkin mereka sudah tak sabar melepaskan hasrat yang sudah lama tak tersalurkan. Tinggal aku dan Tante Sari yang melanjutkan obrolan. Tante Sari mengajakku pindah ke ruang tamu. Pas di depan kamar Mas Iwan. Saat itu Tante Sari hanya mengenakan baju tidur transparan tanpa lengan. Hingga samar-samar aku dapat melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang sexy. Tante Sari duduk seenaknya hingga gaunnya sedikit tersingkap. Aku yang duduk dihadapannya dapat melihat paha mulusnya, membangkitkan nafsu birahiku. Penisku menegang dari balik celanaku. Tante Sari membiarkan saja aku memelototi paha mulusnya. Bahkan dia semakin lebar saja membuka pahanya. Semakin malam obrolan kami semakin hangat. Tante Sari menceritakan, semenjak suaminya meninggal, dia merasa sangat kesepian. Dan aku semakin bernafsu mendengar ceritanya, bahwa untuk menyalurkan hasrat birahinya, dia melakukan onani. Kata-katanya semakin memancing nafsu birahiku. Aku tak tahan, nafsu birahiku minta dituntaskan. Akupun pergi kekamar mandi. Sampai di kamar mandi, kukeluarkan penisku dari balik celanaku. Kukocok-kocok sekitar lima belas menit. Dan crot! crot! crot! Spermaku muncrat kelantai kamar mandi. Lega sekali rasanya. Setelah menuntaskan hasratku, aku balik lagi ke ruang tamu. Alangkah terkejutnya aku. Disana di depan jendela kamar Mas Iwan yang kordennya sedikit terbuka kulihat Tante Sari sedang mengintip ke dalam kamar, Mas Iwan yang sedang bersetubuh dengan istrinya. Nafas Tante Sari naik turun, tangannya sedang meraba-raba buah dadanya. Nafsu birahiku yang tadi telah kutuntaskan kini bangkit lagi melihat pemandangan di depanku. Tanpa berpikir panjang, kudekap tubuh Tante Sari dari belakang, hingga penisku yang sudah menegang menempel hangat pada pantatnya, hanya dibatasi celanaku dan gaun tidurnya. Tanganku mendekap erat pinggang rampingnya. Dia hanya menoleh sekilas, kemudian tersenyum padaku. Merasa mendapat persetujuan, aku semakin berani. Kupindahkan tanganku dan kususupkan kebalik celana dalamnya. Kuraba-raba bibir vaginanya. “Ohh… Don… Enakk,” desahnya, ketika kumasukkan jari-jariku ke dalam lubang vaginanya yang telah basah. Setelah puas memainkan jari-jariku dilubang vaginanya, kulepaskan dekapan dari tubuhnya. Kemudian aku berjongkok di belakangnya. Kusingkapkan gaun tidurnya dan kutarik celana dalamnya hingga terlepas. Kudekatkan wajahku ke lubang vaginanya. Kusibakkan bibir vaginanya lalu kujulurkan lidahku dan mulai menjilati lubang vaginanya dari belakang, sambil kuremas-remas pantatnya. Tante Sari membuka kedua pahanya menerima jilatan lidahku. Inilah vagina terindah yang pernah kurasakan. “Oohh… Don… Nik… mat,” suara Tante Sari tertahan merasakan nikmat ketika lidahku mencucuk-cucuk kelentitnya. Dan kusedot-sedot bibir vaginanya yang merah. “Ohh… Don… Luarr… Biasaa… Enakk… Sedott… terus,” pekiknya semakin keras. Cairan kelamin mulai mengalir dari vagina Tante Sari. Hampir setiap jengkal vaginanya kujilati tanpa tersisa. Tante Sari menarik vaginanya dari bibirku, kemudian membalikkan tubuhnya sambil memintaku berdiri. Dia mendorong tubuhku ke dinding. Dengan cekatan ditariknya celanaku hingga terlepas, maka penisku yang sudah tegang, mengacung tegak dengan bebasnya. “Ohh… Luar biaassaa… Don… Besar sekali,” serunya kagum. “Isepp… Tante, jangan dipandang aja,” pintaku. Tante Sari mengabulkan permintaanku. Sambil melepaskan gaun tidurnya, dia lalu berjongkok dihadapanku. Wajahnya pas di depan selangkanganku. Tangan kirinya mulai mengusap-usap dan meremas-remas buah pelirku. Sedangkan tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal penisku dengan irama pelan tapi pasti. Mulutnya didekatkan kepenisku dan dia mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala penisku. Aku meringis merasakan geli yang membuat batang penisku semakin tegang. “Ohh… Akhh… Tan… Te… Nikk.. matt,” seruku tertahan, ketika Tante Sari mulai memasukkan penisku kemulutnya. Mulutnya penuh sesak oleh batang penisku yang besar dan panjang. penisku keluar masuk di mulutnya. Tante Sari sungguh lihai memainkan lidahnya. Aku dibuatnya seolah-olah terbang keawang-awang. Tante Sari melepaskan penisku dari kulumannya setelah sekitar lima belas menit. Kemudian dia memintaku duduk dilantai. Dia lalu naik kepangkuanku dengan posisi berhadapan. Diraihnya batang penisku, dituntunnya ke lubang vaginanya. Perlahan-lahan dia mulai menurunkan pantatnya. Kurasakan kepala penisku mulai memasuki lubang yang sempit. Penisku serasa dijepit dan dipijit-pijit. Mungkin karena sudah sepuluh tahun tidak pernah terjamah laki-laki. Meski agak susah, akhirnya amblas juga seluruh batang penisku ke dalam lubang vaginanya. Tante Sari mulai menaik-turunkan pantatnya, dengan irama pelan. Diiringi desahan-desahan lembut penuh birahi. Sesekali dia memutar-mutar pantatnya, penisku serasa diaduk-aduk dilubang vaginanya. Aku tak mau kalah, kuimbangi gerakkannya dengan menyodok-nyodokkan pantatku ke atas. Seirama gerakkan pantatnya. Oh, senangnya melihat penisku sedang keluar masuk vaginanya. Bibirku menjilati buah dadanya secara bergantian, sedangkan tanganku mendekap erat pinggangnya. Semakin lama semakin cepat Tante Sari menaik turunkan pantatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Dan kurasakan vaginanya berkedut-kedut semakin keras. “Ohh… Don… Aku… Mau… Keluarr,” pekiknya. “Tahan… Tan… Te… Akuu… Belumm… Mauu,”sahutku. “Akuu… Tak… Tahann… Sayang,” teriaknya keras. Tangannya mencengkeram keras punggungku. “Akuu… Ke… Ke… Luarr… Sayangg,” jeritnya panjang. Tante Sari tak dapat menahan orgasmenya, dari vaginanya mengalir cairan yang membasahi seluruh dinding vaginanya. Tante sari turun dari pangkuanku lalu merebahkan tubuhnya dipangkuan. Kepalanya berada pas diselangkanganku. Tangannya mengocok-ngocok pangkal penisku. Dan mulutnya mengulum kepala penisku dengan lahapnya. Perlakuannya pada penisku membuat penisku berkedut-kedut. Seakan-akan ada yang mendesak dari dalam mau keluar. Dan kurasakan orgasmeku sudah dekat. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya keselangkanganku. Hingga penisku semakin dalam masuk kemulutnya. “Akhh… Tante… Akuu… Mau keluarr,” teriakku. “Keluarin… Dimulutku sayang,” sahutnya. Tante sari semakin cepat mengocok dan mengulum batang penisku. Diiringi jeritan panjang, spermaku muncrat ke dalam mulutnya. “Ohh… Kamu… Hebatt… Don, aku puas,” pujinya, tersenyum ke arahku. Tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati dan menelan sisa-sisa spermaku. Suara ranjang berderit di dalam kamar, membuat kami bergegas memakai pakaian dan pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Kemudian masuk ke kamar Masing-masing. Beberapa menit kemudian kudengar langkah kaki Mbak Irma ke kamar mandi. Dari balik jendela kamarku dapat kulihat Mbak Irma hanya mengenakan handuk yang yang dililitkan ditubuhnya. Memperlihatkan paha mulus dan tubuh sexynya. Membuatku mengkhayal, alangkah senangnya bisa bersetubuh dengan Mbak Irma. Sekitar jam 02.00 dinihari, aku terbangun ketika kurasakan ada yang bergerak-gerak di selangkanganku. Rupanya Tante Sari sedang asyik mengelus-elus buah pelirku dan menjilati batang penisku. “Akhh… terus… Tante… terus,” gumanku tanpa sadar, ketika dia mulai mengulum batang penisku. Dengan rakus dia melahap penisku. Sekitar sepuluh menit berlalu kutarik penisku dari mulutnya. Kusuruh dia menungging, dari belakang kujilati lubang vaginanya, bergantian dengan lubang anusnya. Setelah kurasa cukup, kuarahkan penisku ke lubang vaginanya yang basah dan memerah. Sedikit demi sedikit penisku memasuki lubang vaginanya. Semakin lama semakin dalam, hingga seluruh batang penisku amblas tertelan lubang vaginanya. Aku mulai memaju mundurkan pantatku, hingga penisku keluar masuk lubang vaginanya. Sambil kuremas-remas pantatnya. “Ooh… Don… Nikk… Matt… Bangett,” rintihnya. Aku semakin bernafsu memaju mundurkan pantatku. Tante sari mengimbangi gerakkanku dengan memaju mundurkan juga pantatnya, seirama gerakkan pantatku. Membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Semakin lama semakin cepat gerakkan pantatnya. “Don… Donnii… Akuu… Tak… Tahann,” jeritnya. “Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” imbuhnya. Kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan menjepit penisku. Tangannya mencengkeram dengan keras diranjang. “Ooh… Oo… Aku… Keluarr,” lolongnya panjang. Dan kurasakan ada cairan yang merembes membasahi dinding-dinding vaginanya. Tante Sari terlalu cepat orgasme, sedangkan aku belum apa-apa. Aku tak mau rugi, aku harus puas, pikirku. Kucabut penisku dari lubang vaginanya dan kuarahkan ke lubang anusnya. “Akhh… Donn… Jangann… Sakitt,” teriaknya, ketika kepala penisku mulai memasuki lubang anusnya. Aku tak memperdulikannya. Kudorong pantatku lebih keras hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Dan kurasakan nikmatnya jepitan lubang anusnya yang sempit. Perlahan-lahan aku mulai menarik dan mendorong pantatku, sambil memasukkan jari-jariku ke lubang vaginanya. Tante sari menjerit-jerit merasakan nikmat dikedua lubang bawahnya. “Enak khan Tante?” tanyaku. “Hemm… Enakk… Banget… Sayang,” sahutnya sedikit tersipu malu. Semakin lama semakin cepat kusodok lubang anusnya. Sambil kutepuk-tepuk pantatnya. Kurasakan penisku berkedut-kedut ketika orgasmeku akan tiba dan crott! crott! crott! Kutumpahkan spermaku dilubang anusnya. “Penismu yang pertama sayang, memasuki lubang anusku,” katanya sambil membalikkan tubuhnya dan tersenyum padaku. “Kamu luar biasa Don, belum pernah kurasakan nikmatnya bersetubuh seperti ini,” imbuhnya. “Tante mau khan, setiap malam kusetubuhi?” tanyaku. “Siapa yang menolak diajak enak,” sahutnya seenaknya. Sejak saat itu, hampir setiap malam kusetubuhi Tante sari. Ibu tiri Mbak Irma yang haus sex, yang hampir sepuluh tahun tidak dinikmatinya, sejak kematian suaminya. Tak terasa sudah lima hari aku berada di rumah Mas Iwan. Selama lima hari pula aku menikmati tubuh Tante Sari, mertuanya yang haus sex. Tante Sari yang sepuluh tahun menjanda, betul-betul puas dan ketagihan bersetubuh denganku. Meski telah berusia setengah baya, tapi nafsu birahinya masih meletup-letup, tak kalah dengan gadis remaja. Sore itu, sehabis mandi dan berpakaian, Mas Iwan mengajakku jalan-jalan. Katanya mau ketemu seorang teman yang sudah lama dirindukannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, sampailah kami di rumah teman Mas Iwan. Sebuah rumah yang berada dikawasan yang cukup elite. Kedatangan kami disambut dua orang wanita kakak beradik, Mbak Rina dan Mbak Vira. Keduanya sama-sama cantik dan sexy. Mas Iwan memperkenalkanku pada kedua teman wanitanya. “Mas Iwan, aku kangen banget,” katanya sambil memeluk Mas Iwan. “Aku juga Rin,” sahut Mas Iwan. Sambil meminum kopi susu yang disuguhkan Mbak Rina, kami bercakap-cakap. Mbak Rina duduk dipangkuan Mas Iwan. Dan Mas Iwan merangkulnya dengan mesra. Mbak Rina tanpa malu-malu menceritakan, kalau Mas Iwan adalah pacar pertamanya dan Mas Iwanlah yang membobol perawannya. Mbak Vira hanya tersenyum mendengar cerita kakaknya yang blak-blakan. Makin lama kelakuan Mbak Rina makin mesra saja. Tanpa malu-malu, dia mengecup dan melumat bibir Mas Iwan dan Mas Iwan menyambutnya dengan sangat bernafsu. Aku jadi risih menyaksikan kelakuan mereka. Sekitar sepuluh menit mereka bercumbu di depan kami. “Kita lanjutin di kamar aja say,” kata Mbak Rina pada Mas Iwan. Mas Iwan mengangguk tanda setuju, sambil membopong tubuh Mbak Rina ke dalam kamar. “Kalian jangan ngintip ya,” kata Mas Iwan pada kami sambil tersenyum. Aku dan Mbak Vira hanya bengong melihat kemesraan mereka. Tanpa menghiraukan larangan Mas Iwan, Mbak Vira beranjak dari tempat duduknya sambil meraih tanganku menuju kamar Mbak Rina. Kami kemudian berdiri di depan pintu kamar Mbak Rina yang terbuka lebar. Dari situ aku dan Mbak Vira melihat Mas Iwan merebahkan tubuh Mbak Rina diatas ranjang dan mulai melepaskan gaun Mbak Rina. Aku terkesima melihat mulusnya dan sexynya tubuh Mbak Rina, ketika seluruh pakaiannya dibuka Mas Iwan. Nafsu birahiku tak tertahankan lagi, penisku menegang dibalik celanaku. Tanpa sadar kupeluk tubuh Mbak Vira yang berdiri di depanku. Mbak Vira diam saja dan membiarkanku memeluknya. Malah tangan dibawa ke belakang dan disusupkan ke balik celanaku. Mendapat perlakuan seperti itu, nafsuku semakin memuncak dan penisku semakin menegang. Apalagi saat Mbak Vira menggerak-gerakkan tangannya mengocok-ngocok batang penisku. Sementara di dalam kamar, Mas Iwan menarik tubuh Mbak Rina ketepi Ranjang. Kedua paha Mbak Rina dibukanya lebar-lebar. Maka terpampanglah vagina Mbak Rina yang indah, dihiasi bulu-bulu yang dicukur rapi. Mas Iwan kemudian berjongkok dan mendekatkan mulutnya kebibir vagina Mbak Rina. “Ohh… Say… Yang… Nikk… Mat,” desah Mbak Rina tertahan, ketika Mas Iwan mulai menjilati vaginanya. Lidah Mas Iwan menari-nari dan mencucuk-cucuk vagina Mbak Rina. Pantat Mbak Rina terangkat-angkat menyambut jilatan Mas Iwan. Kedua pahanya terangkat dan menjepit kepala Mas Iwan. “Sudah… Say… Aku… nggak tahan… Masukin punyamu say,” pinta Mbak Rina penuh nafsu. Mas Iwan kemudian berdiri dan melepaskan semua pakaiannya. Dengan sedikit membungkukkan badannya, Mas Iwan memegang penisnya dan mengarahkannya ke lubang vagina Mbak Rina yang telah basah dan merah merekah. Slepp! Kepala penis Mas Iwan mulai memasuki vagina Mbak Rina. “Aow… terus… Say… terus… Genjot,” seru Mbak Rina, ketika Mas Iwan mulai mendorong pantatnya naik turun. Penisnya keluar masuk dari vagina Mbak Rina. Melihat Mas Iwan dan Mbak Vira sedang bersetubuh di depanku, membuat nafsu birahiku semakin tinggi. Kususupkan tanganku ke balik celana dalamnya. Dapat kurasakan vaginanya yang telah basah, pertanda Mbak Vira juga bangkit nafsu birahinya. Kucucuk-cucuk vaginanya dengan jari-jariku. Dia mendesah penuh nafsu. Mbak Vira mengimbangi dengan semakin cepat mengocok-ngocok penisku. Sekitar sepuluh menit Mbak Vira mengocok penisku. Mbak Vira kemudian menyudahi kocokkannya dan membalikkan badannya, menghadap ke arahku. Ditariknya celanaku hingga terlepas. Setelah celanaku terlepas, keluarlah penisku yang tegang penuh dan mengacung-acung dengan bebasnya. Mbak Vira terpukau melihat penisku yang besar dan panjang. Mbak Vira kemudian berjongkok dikakiku, wajahnya berada pas di depan selangkanganku. Mbak Vira mendekatkan mulutnya kebatang penisku. Mula-mula dia menjilati penisku dari kepala hingga pangkalnya. Terus dia mulai mengulum dan menghisap kepala penisku. Kemudian sedikit demi sedikit batang penisku dimasukkannya ke dalam mulutnya sampai kepala penisku menyodok ujung mulutnya. Dan mulutnya penuh sesak oleh batang penisku. Dengan lihainya, Mbak vira mulai memaju-mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar-masuk dari dalam mulutnya. Mataku merem-melek merasakan nikmat dan badanku serasa panas dingin merasakan kulumannya. Mbak Vira sangat lihai mengulum penisku. Kudorong maju pantatku dan kujambak rambutnya, membenamkan kepalanya ke selangkanganku. Sekitar lima belas menit berlalu Mbak Vira menyudahi kulumannya, dan melepaskan seluruh pakaiannya. Kemudian dia berdiri menghadap ke dinding. “Oohh… Akhh… Akuu… nggak tahann… Don,” serunya tertahan. “Entot aku… Entott… Don,” imbuhnya. Kutarik sedikit tubuhnya dari belakang, hingga dia menungging. Kuraih batang penisku dan kuarahkan pas ke lubang vaginanya. Dan aku mulai mendorong maju pantatku, hingga kepala penisku masuk ke lubang vaginanya. “Aow… Pelan-pelan Don,” pekiknya, ketika seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya yang masih sempit. Pekikkan yang keluar dari mulutnya membuatku semakin bernafsu dan pelan-pelan kumaju-mundurkan pantatku. “Akhh… Enakk… Don… Enakk… Banget,” desahnya sambil menoleh ke belakang sambil tersenyum padaku. “Akhh… Akuu… Ke… luarr, Rin,” teriakkan Mas Iwan dari dalam kamar mengejutkanku, namun tak menghentikan sodokkanku pada Mbak Vira. “Aku… jugaa… Sayang,” sahut Mbak Rina pada Mas Iwan. Sedetik kemudian Mas Iwan dan Mbak Rina mencapai orgasme bersamaan. Mas Iwan menumpahkan spermanya di dalam vagina Mbak Rina. Kemudian Mas Iwan merebahkan tubuhnya disamping tubuh Mbak Rina, dan tertidur pulas. Sementara itu, aku semakin cepat memaju-mundurkan pantatku, membuat Mbak Vira berteriak-teriak saking nikmatnya. Kurasakan vaginanya berkedut-kedut semakin lama semakin cepat dan menjepit penisku. “Donn… Donii… Akuu… Mauu… Keluarr,” teriaknya panjang. “Tahann… Mbak… Aku… Belum… Apa-apa,” sahutku. “Akhh… Akuu… Tak… Tahan… Don… Akuu,” jawabnya terputus dan vaginanya semakin keras menjepit penisku. Tak lama kemudian Mbak Vira mencapai orgasme. Kurasakan ada cairan-cairan yang merembes didinding vaginanya. Kucabut penisku dari lubang vaginanya dan kusuruh dia berjongkok dihadapanku. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya keselangkangku. Mbak Vira mengerti maksudku. Dia mulai menjilati dan menghisap-isap penisku lalu mengulumnya. Sambil tangan kirinya mengusap-usap buah pelirku. Sedetik kemudian Mbak Rina datang membantu, dan langsung berjongkok dihadapanku. Lidahnya dijulurkan untuk menjilati buah pelirku. Tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal penisku. Secara bergantian, kakak beradik, Mbak Rina dan Mbak Vira, mengocok-ngocok, menjilati dan mengulum penisku. Penisku keluar dari mulut Mbak Vira kemudiam masuk ke mulut Mbak Rina, kemudian keluar dari mulut Mbak Rina lalu masuk kemulut Mbak Vira, begitulah seterusnya. Hingga kurasakan penisku berkedut-kedut. “Mbakk… Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” jeritku. “Keluarin di mulutku Don,” sahut mereka hampir bersamaan. Dan crott! crott! crott! Spermaku muntah dimulut Mbak Vira yang sedang kebagian mengulum. Mbak Vira menelan spermaku tanpa rasa jijik sedikitpun. Kemudian Mbak Rina merebut penisku dari Mbak Vira dan memasukkan ke mulutnya. Dan tak mau kalah dengan adiknya, sisa-sisa spermaku dihisap dan dijilatinya sampai bersih. “Kamu puas Don,” kata Mbak Vira. “Puas sekali Mbak, Mbak berdua luar biasa,” sahutku. “Kamu mau yang lebih seru nggak,”kata Mbak Rina. “Mau, mau Mbak,”sahutku. Mereka kemudian mengajakku ke kamarnya, dimana Mas Iwan sedang tertidur pulas sehabis bersetubuh dengan Mbak Rina. Mbak Rina menyuruhku tidur terlentang diranjang. Mbak Rina kemudian menarik kakiku, hingga pantatku berada ditepi ranjang dan kakiku menjuntai kelantai. Lalu Mbak Rina berjongkok dilantai dengan wajah berada pas di depan selangkanganku. Mbak Rina mulai mengusap-usap dan mengocok-ngocok batang penisku yang masih layu, sehabis orgasme. Kurasakan sedikit ngilu tetapi kutahan. Mbak Rina menyudahi usapan dan kocokannya. Dan mulai menjilati dan menghisap-isap penisku dimulai dari kepala hingga pangkal penisku dijilatinya. Lidahnya berputar-putar dan menari-nari diatas batang penisku. Puas menjilati penisku, Mbak Rina kemudian memasukkan penisku ke mulutnya. Hampir seluruh batang penisku masuk kemulutnya. Dan kurasakan sedikit demi sedikit penisku mulai menegang didalam mulutnya, hingga mulutnya penuh sesak oleh batang penisku yang sudah tegang penuh. Mbak Rina sangat pintar membangkitkan birahiku. Mulutnya maju mundur mengulum penisku. Pipinya sampai kempot, saking semangatnya mengulum penisku. Melihat kakaknya yang sedang menjilati dan mengulum batang penisku, Mbak Vira nafsunya bangkit lagi. Dia meraba-raba dan memasukkan jari-jari tangan kirinya ke dalam vaginanya sendiri, sedangkan tangan kanannya meremas-remas buah dadanya hingga mengeras dan padat. Diiringi desahan-desahan penuh birahi. Puas bermain-main dengan vagina dan buah dadanya sendiri, Mbak Vira kemudian naik ke atas tubuhku. Dan mengangkangi wajahku. Lubang vaginanya berada pas diatas wajahku. Dia menurunkan pantatnya, hingga bibir vaginanya menyentuh mulutku. Kujulurkan lidahku untuk menjilati vaginanya yang telah basah. Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya, dia mengerang-erang merasakan nikmat. Mbak Vira menarik rambutku, membenamkan wajahku diselangkangannya. Kepalaku dijepit dengan kedua paha mulusnya. Kini kami bertiga, aku dan kakak beradik sedang berlomba mencari kepuasan. Mbak Vira sedang kujilati vaginanya, sedangkan pada bagian bawah tubuhku Mbak Rina dengan asiknya mengulum batang penisku. Beberapa waktu berlalu Mbak Rina melepaskan kulumannya, dan berjongkok diatas selangkanganku. Dengan tangannya, diraihnya batang penisku dan diarahkannya ke lubang vaginanya. Bless! Dengan sekali dorongan pantatnya, masuklah seluruh batang penisku ke dalam vaginanya yang basah tapi hangat. Lalu Mbak Rina menaik turunkan pantatnya, sambil mengeluarkan desahan-desahan nikmat dari mulutnya. Sesekali pantatnya diputar-putar hingga penisku serasa dipelintir. Saat menikmati goyangan Mbak Rina, aku terus menjilati vagina Mbak vira sambil memasukkan jari-jariku ke lubang anusnya. Sedang asiknya aku menjilati vagina Mbak Vira, kurasakan vaginanya berkedut-kedut. Beberapa detik kemudian ada cairan yang keluar dari dalam vaginanya. Mbak Vira mencapai orgasme. Pahanya makin keras menjepit kepalaku. Tanpa rasa jijik kusedot dan kutelan cairan vaginanya. Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, Vagina Mbak Rina juga berkedut-kedut, otot-otot vaginanya menegang. “Ohh… Don… Aku… Keluar,” teriak Mbak Rina. Air maninya mengaliri deras dan membasahi batang penisku. Kemudian dia terkulai lemas sampingku. Membuat penisku yang masih tegang terlepas dan mengacung-acung. Mbak vira yang kondisi sudah pulih sehabis orgasme, kemudian berjongkok diatas selangkanganku, menggantikan kakaknya. diraihnya penisku dan diarahkannya ke lubang anusnya. Mbak Vira menurunkan pantatnya sedikit demi sedikit hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Kurasakan penisku seperti dijepit dan dipijit-pijit oleh sempitnya lubang snusnya. “Oohh… Mbak… Nikk… Matt… Enakk,”teriakku, ketika Mbak Vira mulai menaik turunkan pantatnya, membuat penisku keluar masuk dari lubang anusnya. Sesekali dia menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan, membuatku merasakan nikmat yang luar biasa. Sekitar tiga puluh menit Mbak Vira menggenjot tubuhku. “Mbakk… Akuu… Ke… Keluarr,” jeritku. Kurasakan penisku berkedut-kedut dan crott! crott! crott! kutumpahkan seluruh spermaku di dalam lubang anusnya. Mbak Vira kemudian merebahkan tubuhnya diatas tubuhku. Sambil menindihku dia tersenyum puas. Malam itu, aku dan Mas Iwan menginap disana. Dan berpesta sampai pagi, sampai kami sama-sama puas dan kelelahan. Panasnya sinar matahari yang menerobos jendela kamarku, membangunkanku dari tidurku yang lelap. Setelah hampir semalam penuh aku merasakan nikmatnya bersetubuh dengan Mbak Rina dan Mbak Vera. Dan aku baru pulang dari rumahnya kerumah Mas iwan jam 05.00 dinihari. Dengan sedikit bermalas-malasan, aku pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Selesai mandi badan rasanya segar sekali. Siang itu kurasakan lain dari biasanya, rumah Mas Iwan tampak sepi sekali. Oh ya, aku baru ingat kalau hari ini, Mas Iwan mengantar Tante Sari kondangan ke kampung sebelah. Jadi yang ada di rumah hanya Mbak Erna dan Aku. Dengan hanya mengenakan handuk yang kulilitkan dipinggangku, aku pergi ke dapur. Membuat secangkir kopi. Sampai didapur kudapati Mbak Erna sedang mencuci piring. “Pagi Mbak,” sapaku. Mbak Erna tak menjawab sapaanku. Mukanya cemberut. Aku heran, tumben Mbak Erna begitu, biasanya dia sangat ramah padaku. “Ada apa sih Mbak, kok cemberut begitu,” tanyaku lagi. “Mbak marah sama aku? atau Mbak nggak senang ya, aku disini,” imbuhku. Mbak erna masih diam saja, membuatku tak enak hati dan bertanya-tanya dalam hati. “Ok, Mbak. Kalau Mbak nggak senang, aku pulang aja deh,” “Jangan-jangan pulang Don, aku nggak marah sama kamu,” sahutnya sambil menarik tanganku. “Habis Mbak marah sama siapa? Boleh tahu kan Mbak ?” tanyaku lagi. “Ok, Mbak akan kasih tahu, tapi jangan bilang sama siapa-siapa ya!,” jawabnya. “Aku janji Mbak,” kataku meyakinkannya. “Don, aku lagi kesal sama Mas Iwan,” kata Mbak sari. “Kesal kenapa Mbak,” selaku. “Belakangan ini, Mas Iwan dingin sekali padaku Don,” katanya sambil merebahkan kepalanya didadaku. “Setiap aku pingin begituan, dia selalu menolak,” imbuhnya sambil tersipu malu. “Mungkin Mas Iwan lagi lelah Mbak,” hiburku sambil kuusap-usap rambutnya. “Ah, masak setiap malam lelah,” sahutnya. “Mungkin ada yang bisa aku bantu, untuk menghilangkan kekesalan Mbak,” pancingku. Mbak Erna tak menjawab pertanyaanku. Sebagai orang yang cukup berpengalaman soal sex, aku tahu Mbak Erna sangat kesepian dan menginginkan hubungan sexsual. Maka dengan memberanikan diri, kukecup lembut keningnya. Dan kurasakan remasan halus tangannya yang masih memegang tanganku. Merasa mendapat respon positif, kugerakkan bibirku menciumi kedua pipinya dan berhenti dibelahan bibir mungilnya. Mbak Ernapun membalas kecupanku pada bibirnya dengan kuluman yang hangat, penuh gairah. kukeluarkan lidahku, mencari lidahnya. Kuhisap-hisap dan kusedot-sedot. Kulepaskan tanganku dari genggamannya dan kugerakkan menggerayangi tubuh Mbak Erna. Dan perlahan-lahan kususupkan tangan kananku kebalik gaun tidurnya. Dan kurasakan halusnya punggung Mbak Erna. Sementara tangan kiriku meremas-remas pantatnya yang padat. Mbak Erna melepaskan seluruh pakaiannya. Agar aku lebih leluasa menggerayangi tubuhnya. Setelah semua terlepas maka terpampanglah pemandangan yang luar biasa. Dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang montok, perutnya yang ramping dan vaginanya yang dicukur bersih. Membuat nafsu birahiku semakin menjadi-jadi dan kurasakan penisku menegang. Akupun melepaskan kulumanku pada bibirnya dan dengan sedikit membungkukkan badanku. Aku mulai menjilati buah dadanya yang mulai mengeras, secara bergantian. Puas menjilati buah dadanya, jilatanku kupindahkan ke perutnya. Dan kurasakan halusnya kulit perut Mbak Erna. Mbak Erna tak mau ketinggalan, ditariknya handuk yang melilit dipinggangku. Dengan sekali sentakan saja, handukku terlepas. “Aow, besar sekali don penismu,” decaknya kagum, sambil memandangi penisku yang telah menegang dan mengacung-ngacung setelah handukku terlepas. Mbak Erna menggerakkan tangannya, meraih batang penisku. Diusap-usapnya dengan lembut kemudian dikocok-kocoknya, membuat batang penisku semakin mengeras. Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu, Kusudahi jilatanku pada perutnya. Kuangkat tubuhnya dan kududukkan diatas meja dapur. Kedua pahanya kubuka lebar-lebar. Dan terpampanglah di depanku bukit kecil yang dicukur bersih. Bibir vagina yang memerah dengan sebuah daging kecil yang tersembul diatasnya. Kubungkukkan tubuhku dan kudekatkan wajahku ke selangkangannya. Dan aku mulai menjilati pahanya yang putih mulus, dihiasi bulu-bulu halus. Sambil tanganku meraba-raba vaginanya. Beberapa menit berlalu, kupindahkan jilatanku dari pahanya ke vaginanya. Mula-mula kujilati bibir vaginanya, terus kebagian dalam vaginanya. Lidahku menari-nari didalam lubang vaginanya yang basah. “Ohh… terus… Don… terus… Nik… Matt,” serunya tertahan. Membuatku semakin bersemangat menjilati lubang vaginanya. Kusedot-sedot klitorisnya. Pantat Mbak Erna terangkat-angkat menerima jilatanku. Ditariknya kepalaku, dibenamkannya pada selangkangannya. “Ohh… Don… Aku… Tak… Tahan… Masukin Don… Masukin penismu,” pintanya menghiba. Kuturuti kemauannya. Aku kemudian berdiri. Kuangkat kedua kakinya tinggi-tinggi, hingga ujung jari kakinya berada diatas bahuku. Kudekatkan penisku keselangkangannya. Mbak Erna meraih penisku dan menuntunnya ke lubang vaginanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala penisku masuk ke lubang vaginanya. Aku diam sejenak mengatur posisi supaya lebih nyaman, lalu kudorong pantatku lebih keras, membuat seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya. Kurasakan penisku dijepit dan dipijit-pijit lubang vaginanya yang sempit. Vaginanya penuh sesak karena besarnya batang penisku. “Aow… Pelan-pelan… Don… penismu gede sekali,” pekiknya, ketika aku mulai memaju mundurkan pantatku, membuat penisku keluar masuk dari lubang vaginanya. Tak terasa sudah tiga puluh menit aku memaju mundurkan pantatku. Dan kurasakan vagina Mbak Erna berkedut-kedut. Dan otot-otot vaginanya menegang. “Ohh… Don… Aku… Keluarr… Sayang,” teriaknya lantang. Sedetik kemudian kurasakan cairan hangat keluar dari vaginanya. Dan Mbak Erna mencapai orgasmenya. Mbak Erna tahu kalau aku belum mencapai puncak kenikmatan. Dia turun dari atas meja dapur. Kemudian berjongkok dihadapanku. Diraihnya penisku dan dikocok-kocok dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya meremas-remas buah pelirku. “Akhh… Mbak… Enak… Nikk… Mat… terus,” seruku, ketika Mbak Erna mulai menjilati batang penisku. Dari kepala hingga pangkal penisku dijilatinya. Mataku merem melek merasakan nikmatnya jilatan Mbak Erna. Aku semakin merasa nikmat ketika Mbak Erna memasukkan penisku ke mulutnya yang mungil. Dan mulai mengulum batang penisku. Mbak Erna memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar masuk dari mulutnya. Sementara tangannya mengocok-ngocok pangkal penisku. “Oohh… Mbak… Akuu… Tak… Tahan,” teriakku. Dan kurasakan penisku berkedut-kedut semakin lama semakin cepat. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya diselangkanganku. “Mbak… Akuu… Ke… Luarr,” teriakku lagi lebih keras. Mbak Erna semakin cepat memaju mundurkan mulutnya. Dan crott! crott! crott! penisku memuntahkan sperma yang sangat banyak di mulutnya. Mbak Ernapun menelannya tanpa ragu-ragu. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati sisa-sisa spermaku sampai bersih. “Terimakasih Don, kamu telah memberiku kepuasan,” pujinya sambil tersenyum. “Sama-sama Mbak, aku juga sangat puas,” sahutku. “Mbak masih mau lagi kan,” tanyaku. “Mau dong, tapi kita mandi dulu yuk,” ajaknya. Kemudian kami meraih pakaian masing-masing untuk selanjutnya bersama-sama pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Sehabis mandi, masih sama-sama telanjang, kubopong tubuhnya menuju taman disamping rumah. Aku ingin melaksanakan impianku selama ini, yaitu bersetubuh ditempat terbuka. “Don… Jangan disini sayang, nanti dilihat orang,” protesnya. “Kan nggak ada siapa-siapa di rumah Mbak,” sahutku. Mbak Ernapun tidak protes lagi, mendengar jawabanku. Sambil berdiri kupeluk erat tubuhnya. Kulumat bibirnya. Mbak Erna membalas lumatan bibirku dengan pagutan-pagutan hangat. Cukup lama kami bercumbu, kemudian aku duduk dikursi taman. Dan kusuruh Mbak Erna berjongkok dihadapanku. Mbak Erna tahu maksudku. Diraihnya batang penisku yang masih layu. Dielus-elusnya lembut kemudian dikocok-kocok dengan tangannya. Setelah penisku mengeras Mbak Erna menyudahi kocokkannya, dia mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Lidahnya dijulurkan dan mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala penisku, kemudian turun kepangkalnya. “Oohh… terus… Mbak… Nikmat banget,” desahku. “Isepp… Mbak… Isep,” pintaku. Mbak Erna menuruti kemauanku. Dimasukkannya penisku kemulutnya. Hampir sepertiga batang penisku masuk ke mulutnya. Sambil tersenyum padaku, dia mulai memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku maju keluar masuk dimulutnya. “Mbak… Aku… Tak… Tahan,” seruku. Mbak Erna kemudian naik ke pangkuanku. Vaginanya pas berada diatas selangkanganku. Diraihnya penisku dan dibimbingnya ke lubang vaginanya. Mbak Erna mulai menurunkan pantatnya, sedikit demi sedikit batang penisku masuk ke lubang vaginanya semakin lama semakin dalam. Hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya. Sesaat kemudian Mbak Erna mulai menaik turunkan pantatnya. Sesekali digoyang-goyangkan pantatnya kekiri-kekanan. Aku tak mau kalah, kusodok-sodokkan pantatku ke atas seirama dengan goyangan pantatnya. “Ohh… Don… Aku… Mauu… Ke… luarr,” teriaknya setelah hampir tiga puluh menit menggoyang tubuhku. Dan kurasakan otot-otot vaginanya menegang. Tangannya mencengkeram dadaku dengan keras. Sesaat kemudian kurasakan cairan hangat merembes dilubang vaginanya. “Aku tak ingin mengecewakanmu Don,” katanya sambil tersenyum. Dia menarik penisku keluar dari lubang vaginanya, kemudian memasukkannya ke lubang anusnya. Mbak Erna rupanya tahu kesenanganku. Meski agak susah, akhirnya bisa juga seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Perlahan tapi pasti Mbak Erna mulai menaik turunkan pantatnya. Membuatku merasakan nikmat yang tiada taranya. Cukup lama Mbak Erna menggoyang-goyangkan pantatnya, kemudian kami berganti posisi. Kusuruh dia menungging, membelakangiku dengan tangan bertumpu pada kursi taman. Kugenggam penisku dan kuarahkan tepat ke lubang anusnya. Kudorong sedikit demi sedikit, sampai seluruhnya amblas tertelan lubang anusnya. Lalu kudorong pantatku maju mundur. Kurasakan nikmatnya lubang anus Mbak Erna. Sambil kucucuk-cucuk lubang vaginanya dengan jari-jariku. Membuat nafsu birahi Mbak Erna bangkit lagi. Mbak Erna mengimbangi gerakkanku dengan mendorong-dorong pantatnya seirama gerakkan pantatku. Aku semakin mempercepat gerakkan pantatku, ketika kurasakan akan mencapai orgasme. Demikian juga jari-jariku semakin cepat mencucuk vaginanya. “Mbak… Mbak… Akuu… Mau… Keluar,” seruku. “Akuu… Juga… Don,” sahutnya. Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, kami mencapai orgasme. Kutarik penisku dari lubang anusnya, dan kutumpahkan spermaku dipunggungnya. Mbak Erna kemudian membalikkan badannya dan berdiri, sambil memintaku duduk kursi taman. Didekatkannya selangkangannya kewajahku. Ditariknya rambutku dan dibenamkannya kepalaku keselangkangannya. Dan akupun mulai menjilati vaginanya sambil duduk. Kuhisap dan kusedot-sedot cairan hangat yang keluar dari lubang vaginanya. Mbak Erna sangat puas dengan perlakuanku. Hari itu kami melakukan persetubuhan sampai puas, dengan berbagai macam gaya. Sungguh luar biasa Mbak Erna, meskipun tinggal dikampung. Tapi dalam soal bersetubuh dia tak kalah dengan orang kota. Memang sungguh nikmat istri Mas Iwan. Vagina dan lubang anusnya sama nikmatnya. Membuatku ketagihan menyetubuhinya. Tak terasa sudah satu bulan aku berlibur dikampung Mas Iwan. Malam-malam yang kulewati bersama Mbak Erna dan Tante Sari membuat waktu satu bulan terasa cepat sekali. Sudah saatnya aku kembali kekotaku, karena tiga hari lagi aku harus ke sekolah. Saat berangkat dari kampung Mas Iwan, aku tidak sendirian. Ada Vivi, anak kandung Tante Sari menemaniku. Gadis cantik berkulit putih dan bertubuh langsing ini, baru tamat SMP dan akan melanjutkan SMU di kota. Tante sari meminta tolong padaku agar mengantarkan Vivi, mencari rumah kost di dekat sekolah. Dengan menempuh dua jam perjalanan, sampailah kami di kota. Dan setelah berpuar-putar cukup lama, akhirnya kudapatkan rumah kost untuk Vivi. Pemilik rumah adalah seorang janda cantik berusia sekitar 32 tahun, namanya Yeni. Setelah memberikan kunci kamar pada Vivi, Tante Yeni meninggalkan kami berdua. Sehabis membantu Vivi mengangkat barang-barangnya ke dalam kamar, aku merasa haus. Kusuruh Vivi ke warung untuk membeli minuman. Sambil duduk menunggu kedatangan Vivi, iseng-iseng kunyalakan VCD. Ngawur aja kusetel salah satu film. Aku terkejut, ternyata isinya film porno. Adegan-adegan difilm itu, membangkitkan nafsu birahiku. Kurasakan batang penisku mengeras dan berdiri tegak di balik celanaku. Kuturunkan celanaku, dan kukeluarkan batang penisku. Kuelus-elus dan kukocok-kocok batang penisku. Saking asiknya aku mengocok-ngocok batang penisku, sampai kedatangan Vivi tak kurasakan. “Mas, Doni lagi ngapain,” suara Vivi mengejutkanku. “Akh, nggak ngapa-ngapain,” sahutku. “Itu apa?” tanyanya lagi sambil memandangi celanaku. Astaga! Aku lupa menaikkan celanaku. Sehingga Vivi dengan jelas melihat penisku yang sedang berdiri tegak. Merasa sudah kepalang basah, kulanjutkan saja mengocok penisku. “Kamu bisa membantuku Vi?,” tanyaku. “Bantu apa Mas?,” katanya balik bertanya. “Kocokkin penisku Vi,” pintaku. Vivi menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kutarik tangannya dan kuletakkan diatas penisku. Vivi yang juga sudah terangsang akibat ikut nonton film porno, menggenggam batang penisku. Dengan lembut dia mengelus-elus dari kepala sampai kepangkal penisku. Aku merasa seperti melayang. Aku melepaskan seluruh pakaianku sambil memeluk tubuh Vivi yang sedang mengocok penisku. Kutarik kaosnya dan kususupkan tanganku kebalik BHnya. Kuraba-raba buah dadanya. Perlahan-lahan buah dadanya mengeras. Cukup lama aku meraba-raba buah dadanya, kemudian kutarik Bhnya hingga terlepas. Setelah terlepas, terlihatlah buah dadanya yang padat dan mengeras. Aku melanjutkan lagi meremas-remas buah dadanya. Vivi mendesah-desah merasakan nikmat, tangannya semakin cepat mengocok penisku. Sekitar lima belas menit berlalu kami berganti posisi. Sambil menarik rok mininya, kodorong tubuhnya hingga terlentang diranjang. Hanya celana dalamnya saja yang melekat menutupi selangkangannya. Kutindih tubuhnya dari atas lalu kukecup bibirnya, kujulurkan lidahku mengisi rongga mulutnya yang terbuka. Vivi menyambutnya dengan hisapan yang tak kalah hebatnya. Setelah cukup lama berpagutan, kuputar tubuhku. Membentuk posisi 69. Selangkanganku berada diatas wajahnya, sedangkan selangkangannya berada dibawah wajahku. Kujulurkan lidahku menjilati bagian bawah perutnya, sambil tanganku melepas celana dalam Vivi. Vivi mengangkat pantatnya memudahkan aku melepaskan celana dalamnya dan meleparkannya ke lantai kamar. Lidahku bergerak turun menyapu bibir vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu tipis. “Ohh… Mas don… Enakk,” desahnya ketika aku mulai menjilati vaginanya yang basah, membuatku semakin bersemangat menjilati vaginanya. Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya yang sebesar biji kacang. Saat aku menjilati lubang vaginanya, Vivi juga sedang asyik menjilati penisku. Sambil tangan kirinya mengocok-ngocok pangkal penisku sedangkan tangan kanannya mengelus-elus buah pelirku dengan lembut. Sesaat kemudian Vivi memasukkan penisku ke mulutnya. Hampir seluruh batang penisku masuk ke mulutnya. Kudorong pantatku ke atas dan ke bawah, sehingga penisku keluar masuk dimulutnya. Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu. Aku bangkit dan berdiri dilantai kamar. Kutarik tubuhnya, hingga pantatnya berada ditepi ranjang. Kedua pahanya kubuka lebar-lebar. Kuarahkan penisku tepat ke lubang vaginanya. “Ja… Jangan… Mas, aku masih perawan,” katanya. Aku tak memperdulikan kata-katanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala penisku menyeruak masuk. Vivi berteriak lebih keras ketika aku mendorong lebih keras dan penisku menembus selaput daranya. Akupun lebih bersemangat mendorong pantatku dan amblaslah seluruh batang penisku ke lubang vaginanya yang sangat sempit. Penisku serasa dijepit sempitnya lubang vaginanya. Beberapa detik kubiarkan penisku di dalam vaginanya. Kupandangi wajahnya yang meringis menahan sakit. Dengan perlahan-lahan kuangkat pantatku lalu kuturunkan lagi. Membuat penisku keluar masuk dilubang vaginanya. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Beginikah rasanya menyetubuhi seorang perawan. “Ohh… Mas… Enakk,” desahnya yang mulai merasakan Nikmatnya disetubuhi. Pantatnya digerakkan naik turun seirama gerakkan pantatku. Rasa sakitnya telah hilang berganti dengan rasa nikmat. Sekitar tiga puluh menit berlalu, kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan otot-otot vaginanya menegang. Tangannya mencengkeram seprei dengan keras. “Ohh… Mas… Akuu… Mauu,” desahnya terputus. “Mau keluar sayang,” sahutku. Vivi mengangguk sambil tersenyum. “Aku juga Vi,” imbuhku. Semakin cepat kudorong-dorong pantatku. “A… Akuu… Ke… Luarr,” teriaknya lantang. Kurasakan cairan hangat merembes didinding vaginanya. Sedetik kemudian kurasakan penisku berkedut-kedut. Dan Crott! crott! crott! Kutumpahkan sperma yang sangat banyak dilubang vaginanya. Dan tubuhku ambruk menindih tubuhnya. “Kamu menyesal Vi,” tanyaku sambil tersenyum puas, karena baru kali ini aku menyetubhi seorang perawan. “Nggak Mas, semua sudah terjadi,” sahutnya. “Kamu mau lagi khan,” godaku. Vivi tersenyum padaku, senyum penuh arti. Kira-kira satu jam kami tertidur. Akupun terbangun dan bergegas ke kamar mandi membersihkan badan. Mengingat kejadian tadi, bersetubuh dengan Vivi, membuat nafsu birahiku bangkit lagi. penisku yang tadi telah layu, kini tegang dan mengeras. Setelah mengelap tubuhku dengan handuk akupun bergegas ke kamar, dimana Vivi sedang tertidur pulas. Dan ia terbangun ketika aku lagi asyik menjilati lubang vaginanya. “Oh… Mas… Apa yang kamu lakukan,” tanyanya. “Aku pingin setubuhi kamu lagi sayang,” sahutku sambil tersenyum. Vivi membuka kedua pahanya lebar-lebar, sehingga aku lebih leluasa menjilati vaginanya. Beberapa menit berlalu kusuruh dia menungging. Aku mengambil posisi dibelakangnya. Dari belakang, aku menjilati lubang anusnya, sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Setelah kurasa cukup, kuarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dan aku mulai mendorong maju pantatku. Sedikit demi sedikit penisku masuk ke lubang vaginanya. Semakin lama semakin dalam penisku memasukinya, sampai seluruhnya amblas, tertelan lubang vaginanya. Akupun mendorong pantatku maju mundur, membuat penisku keluar masuk dari lubang vaginanya. “Ohh… Nikk… Matt… Mas… Enakk,” jeritnya tertahan. Sekitar tiga puluh menit berlalu, kutarik penisku dari lubang vaginanya hingga terlepas. Kemudian kugenggam penisku dan kuarahkan ke lubang anusnya. “Jangan, Mass sakitt, ja… “jeritnya sambil meringis. Belum habis dia bicara, kudorong pantatku dengan keras. Dan Bless! Seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Kukocok lubang anusnya dengan irama pelan semakin lama semakin cepat, sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Dan Vivipun merasakan sensasi yang luar biasa dikedua lubangnya. Jeritan-jeritannya berganti dengan desahan-desahan nikmat penuh nafsu. Aku semakin bersemangat mendorong-dorong pantatku, ketika kurasakan akan mencapai orgasme. Sepuluh menit kemudian penisku menyemburkan sperma didalam anusnya. Dan tak lama berselang Vivi menyusul, tubuhnya mengejang hebat. Kemudian Vivi terkulai lemas dan tertidur. Aku kemudian berdiri dan mengenakan celanaku. Saat aku akan mengambil handuk ke dalam almari, tanpa sengaja aku menoleh keluar jendela. Samar-samar aku melihat sesosok bayangan wanita yang sedang berdiri dibalik jendela kamar. Rupanya orang itu sedang mengitip aku dan Vivi yang sedang bersetubuh dari balik korden yang lupa aku tutup. Saat aku keluar mencarinya, wanita itu bergegas pergi. Aku membuntuti wanita itu. Melihat potongan tubuhnya dari belakang aku yakin kalau wanita itu adalah Tante Yeni, ibu kostnya Vivi. Dan aku keyakinanku semakin kuat, saat wanita itu masuk kekamar tidur Tante Yeni dan langsung menutup pintu. Aku berjalan mendekat dan berdiri di depan pintu kamarnya. Aku mengintip dari lubang kunci. Dan memang benar, wanita yang tadi mengintipku adalah Tante Yeni. Sampai didalam kamar Tante Yeni melepaskan seluruh pakaiannya. Aku terkesima melihat tubuh Tante Yeni yang putih mulus dan sexy, meski sudah berumur sebaya ibuku. Membuat jantungku berdetak kencang. Nafsu birahiku yang baru saja tersalurkan bersama Vivi, perlahan-lahan bangkit lagi. Pemandangan selanjutnya lebih seru lagi. Tante Yeni merebahkan tubuhnya diatas ranjang dengan kedua kaki terbuka lebar-lebar, memperlihatkan indahnya bentuk vaginanya. Tante Yeni meremas-remas buah dadanya sendiri dengan tangan kirinya. Perlahan buah dadanya mulai mengeras. Sedangkan tangan kanannya meraba-raba selangkangannya. Desahan-desahan nikmat keluar dari bibirnya, membuatku semakin tak tahan. Batang kemaluanku sudah berdiri tegak. Dengan sangat hati-hati, aku membuka pintu kamarnya. Dan ternyata tidak terkunci. Sambil melepaskan celanaku, aku berjalan mengendap-endap mendekatinya. Tante Yeni yang sedang asyik meraba-raba tubuhnya sendiri, tidak tahu kalau aku masuk ke kamarnya. Tanpa pikir panjang lagi, aku segera menindihnya. Tante Yeni sangat terkejut melihat kehadiranku. Aku segera menyumpal mulutnya yang sedang Terbuka saat dia hendak berteriak dengan mulutku. Dan aku langsung melumatnya. Tante Yeni yang sedang dirasuki nafsu birahi, membalas lumatanku dengan pagutan-pagutan yang tak kalah hebatnya. Cukup lama aku melumat bibirnya, kemudian aku menjilati lehernya, terus turun ke buah dadanya yang sudah mengeras. Kedua buah dadanya aku jilati secara bergantian, membuat desahannya semakin keras. Aku menyudahi jilatanku pada kedua buah dadanya, kemudia aku berlutut ditepi ranjang, diantara kedua kakinya. Tanganku yang nakal mulai meraba-raba bibir vaginanya yang dicukur bersih. Tanpa berfikir lama, aku menjulurkan lidahku, menjilati, menghisap dan sesekali kumasukkan lidahku ke lubang vagina Tante Yeni dan lidahku menari-nari di dalam lubang vaginanya. Tante Yeni mengangkat-angkat pantatnya, menyambut jilatanku. Rintihan-rintihan kecil keluar dari mulutnya setiap kali lidahku menghujam lubang vaginanya. Disaat dia sedang menikmati jilatanku, aku memasukkan jari-jariku ke dalam lubang vaginanya. Sambil sesekali aku menjilati lubang anusnya. Tante Yeni sangat menikmati perlakuanku, dia menekan kepalaku dan membenamkannya diselangkangannya. Sepuluh menit berlalu, aku menyudahi jilatanku. Aku kemudian berdiri, sambil menarik pinggulnya ketepi ranjang, kedua kakinya kubuka lebar-lebar. Tanpa membuang waktu lagi, batang kemaluanku yang sudah tegang dari tadi langsung kuhujamkan ke lubang vaginanya. Tante Yeni menjerit saat batang kemaluanku yang besar dan panjang menerobos masuk ke lubang vaginanya. Aku merasakan jepitan bibir vaginanya yang begitu seret. Aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Tante Yeni sangat menikmati setiap gerakkan pantatku, dia menggeliat dan mendesah disetiap gerakan kemaluanku keluar masuk dari lubang vaginanya. Aku semakin mempercepat memaju mundurkan pantatku saat Tante Yeni memperlihatkan tanda-tanda orang yang mau orgasme. “Ohh.., Don.., akuu.., mau.., keluarr,” jeritnya cukup keras. Tante Yeni menggelinjang hebat, kedua pahanya menjepit pinggangku. Rintihan panjang keluar dari mulutnya saat klitorisnya memuntahkan cairan kenikmatan. Aku merasakan cairan hangat yang meleleh disepanjang batang kemaluanku. Aku membiarkan Tante Yeni beristirahat sambil menikmati orgasmenya. Setelah Tante Yeni berhasil menguasai dirinya, tanpa membuang waktu lagi aku membalikkan tubuhnya dalam posisi menungging. Lalu aku menciumi pantatnya. Tante Yeni mengeliat menahan geli saat lidahku menelusuri vagina dan anusnya. Kemudian aku meludahi lubang anusnya beberapa kali. Setelah kurasakan daerah itu benar-benar licin, aku membimbing batang kemaluanku dengan tangan kiriku sementara tangan kananku membuka lubang anusnya. Tante tak bereaksi apa-apa dan membiarkan saja apa yang kulakukan. Perlahan kudorong pantatku. Tante Yeni merintih sambil menggigit bibirnya menahan rasa perih akibat tusukan kemaluanku pada lubang anusnya yang sempit. Setelah beberapa kali mendorong dan menarik akhirnya seluruh batang kemaluanku masuk ke lubang anusnya. Sambil menikmati jepitan lubang anusnya, aku mendiamkan sebentar batang kemaluanku disana untuk beradaptasi. Tante Yeni menjerit saat aku mulai menghujamkan kemaluanku. Tubuhnya terhentak-hentak ketika sodokkanku bertambah kencang dan kasar. Sambil terus meningkatkan irama sodokkan, tanganku dengan kasar mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Akibat menahan sensasi nikmat ditengah-tengah rasa ngilu dan perih pada kedua lubang bawah tubuhnya, Tante Yeni sampai menangis. Setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke lubang anusnya, dia mengaduh namun dia tak mau aku menyudahinya. Sampai akhirnya kurasakan suatu perasaan yang sangat nikmat mengaliri sekujur tubuhku. Aku mengerang panjang, saat mengalami orgasme yang pertama. Tanganku mencengkeram keras pantatnya. Aku menumpahkan seluruh spermaku didalam lubang anusnya. Tubuhku menegang beberapa saat, kemudian terkulai lemas. Tak lama kemudian Tante Yeni menyusul, dia mengeram sambil tangannya mencengkeram bantal kuat-kuat. Cairan hangat dan kental meleleh dari lubang vaginanya. Dengan nafas yang masih memburu dan tubuh yang masih lemas, Tante Yeni bangkit kemudian duduk ditepi ranjang. Dia meraih batang kemaluanku lalu memasukkan ke mulutnya. Tante Yeni menjilati sisa-sisa sperma yang masih blepotan dibatang kemaluanku sampai bersih tanpa tersisa setetespun. Tante Yeni tersenyum puas merasakan nikmat yang sudah cukup lama tidak dirasakannya, sejak dia bercerai dengan suaminya. Tanpa malu-malu dia meminta aku agar menyutubuhinya lagi. Aku menuruti permintaannya, kami bersetubuh sampai pagi. Sampai kami benar-benar kelelahan. Pagi-pagi sekali aku meninggalkan Tante Yeni yang masih tidur tanpa busana dan masuk kekamar Vivi. Dimana Vivi juga sedang tidur pulas. Aku mengenakan seluruh pakaianku, kemudian pergi tanpa pamit. Meninggalkan kenangan-kenangan nikmat untuk mereka berdua. Sekali waktu aku mengunjungi Tante Yeni dan Vivi untuk menikmati lagi tubuh mereka.